Eropa Tunda Aturan EUDR yang Diskriminasi Sawit, RI Minta Pembatalan!

Eropa Tunda Aturan EUDR yang Diskriminasi Sawit, RI Minta Pembatalan!

Berita Utama | inews | Kamis, 3 Oktober 2024 - 00:30
share

JAKARTA, iNews.id - Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mendesak pembatalan kebijakan Regulasi Anti-Deforestasi Uni Eropa atau European Union Deforestation Regulation (EUDR). Diketahui, aturan itu mendiskriminasi sawit masuk Eropa.

"Nah tentunya itu atas desakan selain Indonesia, juga Bipartisan dari Amerika, di Kongres maupun Senat, kemudian juga dari Kanselir Jerman, dan yang terakhir dari Sekretaris Jenderal Organisasi Perdagangan Indonesia (WTO)," ucap Airlangga ketika ditemui di kantornya, Kamis (3/10/2024).

Meski Komisi Eropa telah mengusulkan untuk menunda kebijakan ini selama satu tahun, Airlangga menekankan bahwa yang terpenting bagi Indonesia adalah implementasi kebijakan ini, bukan hanya penundaan.

Pasalnya, terdapat beberapa kekhawatiran akan regulasi itu. Salah satunya keinginan Uni Eropa yang meminta Indonesia untuk memberikan geo-location secara rinci. Padahal, Indonesia memiliki dashboard nasional untuk mengecek komoditas yang juga bisa diakses oleh Uni Eropa.

"Kalau negara kita diakses sama orang Eropa by koordinat, ini kan masalahnya masalah security. Itu yang kita berkeberatan, kita sudah punya pola, mereka juga masih keberatan dengan pola yang kita buat," tutur dia.

Oleh sebab itu, Airlangga menekankan bahwa kebijakan imementasi lebih penting dibandingkan penundaan.

Masalah lainnya yang disoroti Airlangga adalah menilai sejatinya Uni Eropa tidak berperan seolah-olah sebagai lembaga pemeringkat. Karena, peran itu telah dijalankan oleh lembaga-lembaga lain yang memang telah bergerak di bidang pemeringkatan.

"Saya selalu mengatakan bahwa EU itu bukan rating agency. Dari segi ekonomi rating agency pun ada lembaga-lembaga yang jelas. Nah itu dua hal pokok yang kita dorong," ucap Airlangga.

Masalah terakhir, yaitu soal standardisasi di mana Indonesia telah memiliki standar berkelanjutan yang disebut Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO), Malaysia memiliki Malaysian Sustainable Palm Oil (MSPO), dan Eropa memiliki Eropa Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO). Namun EUDR tidak mau menggunakan standar lain.

"Indonesia sudah comply. Nah kalau kita disuruh mengulangi lagi, ini kan reinventing the wheel ini tidak bagus. Jadi dan kepentingannya bukan lagi kepentingan Eropa, tetapi terhadap standar internasional mengenai sustainability," tutur dia.

"Jadi itu tiga hal isu yang terus kita perjuangkan Indonesia-Malaysia dalam joint task force," ucap Airlangga.

Topik Menarik