Kisah Jenderal Kopassus Selalu Salat Malam di Medan Tempur, Mohon Petunjuk Sang Ilahi

Kisah Jenderal Kopassus Selalu Salat Malam di Medan Tempur, Mohon Petunjuk Sang Ilahi

Terkini | inews | Senin, 16 September 2024 - 04:20
share

JAKARTA, iNews.id - Danjen Kopassus 1983-1985, Jenderal TNI (Purn) Wismoyo Arismunandar, merupakan pewira tinggi TNI yang disegani semasa bertugas. Dia kenyang dengan pengalaman tempur dan penugasan di berbagai medan operasi.

Wismoyo dikenal loyal terhadap teman dan orang terdekatnya sejak kecil. Sifat itu terbawa hingga dirinya beranjak dewasa dan memimpin pasukan di TNI. 

Dia pernah bertugas dalam penumpasan pemberontak bersenjata PGRS/Paraku di Kalimantan, G30S/PKI, Operasi Guntur, Operasi Kilat 1 menumpas komplotan DI/TII pimpinan Kahar Muzakar di Sulawesi Selatan hingga Operasi Wibawa di Irian Barat atau Papua.

Wismoyo juga dikenal sebagai pribadi yang sederhana dan religius. Dalam buku berjudul Jenderal TNI Wismoyo Arismunandar: Sosok Prajurit Sejati yang diterbitkan Dinas Sejarah TNI Angkatan Darat (Disjarahad), Wismoyo disebut selalu menjalankan ibadah puasa sunah dan salat malam meski berada di medan operasi. 

Ibadah itu dilakukan untuk meminta petunjuk Sang Ilahi agar operasi berjalan lancar dan aman. Tidak jarang, Wismoyo juga mengingatkan anak buahnya untuk selalu dekat dengan Sang Pencipta.

”Kapten Inf Wismoyo selalu menerapkan disiplin kepada anak buahnya. Di samping itu, dalam operasi selalu melaksanakan puasa sunah dan sholat malam mohon petunjuk agar operasi berjalan dengan lancar dan aman,” bunyi kisah dalam buku tersebut, dikutip Senin (16/9/2024).

Jejak Karier Wismoyo

Keinginan Wismoyo menjadi tentara tidak terlepas dari faktor lingkungan. Selain pernah tinggal di dekat asrama tentara di Madiun, Jawa Timur, rumah Wismoyo seringkali didatangi pamannya bersama Bambang Sugeng, Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) ke-3, saat bergerilya melawan Belanda. 

Faktor-faktor itu kemudian membuat tekad Wismoyo untuk terjun ke militer bulat. Dia lalu lulus dari Akademi Militer Nasional (AMN), kini Akademi Militer (Akmil), pada 1960 dengan pangkat Letnan Dua (Letda).

Dia langsung bergabung dengan Korps Baret Merah atau Kopassus yang merupakan pasukan elite TNI AD. Belum lama bergabung dengan Kopassandha, sebutan Kopassus saat itu, Wismoyo langsung mendapat tugas menumpas pemberontakan bersenjata DI/TII pimpinan Kahar Muzakar di Sulawesi Selatan.

Dia juga terlibat dalam menumpas G30S/PKI di sejumlah daerah. Keberhasilannya di medan operasi membuat Wismoyo diangkat menjadi Komandan Pengawal Pribadi (Danwalpri) Presiden Soeharto.

Sebagai Danwalpri, Wismoyo bertanggung jawab atas keamanan Soeharto dan keluarganya. Oleh karena itu, dia selalu melekat dengan Soeharto di mana pun sang presiden berada.

Setahun kemudian, Wismoyo kembali ke Korps Baret Merah menjadi Komandan Kompi Group 4 Kopassus. Selanjutnya, diangkat menjadi Danki 5 Group 4.

Menyandang pangkat Kapten, Wismoyo kembali mendapat tugas dalam Operasi Wibawa di Papua pada 1969. Operasi ini bertujuan untuk memulihkan keamanan di wilayah tersebut setelah Penentuan Pendapat Rakyat (Perpera). 

Selesai penugasan di Papua, Wismoyo kembali ditugaskan menumpas pemberontakan PGRS/Paraku di perbatasan Indonesia dan Malaysia di Kalimantan. 

Karier pria kelahiran Bondowoso, Jawa Timur pada 10 Februari 1940 terus meningkat. Wismoyo kemudian diangkat menjadi Kasdam IX/Udayana, kemudian Pangdam XVII/Cenderawasih, dan Pangdam IV/Diponegoro. 

Selanjutnya, Presiden Soeharto mengangkatnya menjadi Pangkostrad dan Wakasad pada 1992, sebelum akhirnya diangkat menjadi Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) ke-17.

Keteladanan Wismoyo

Keteladanan Wismoyo Arismunandar diakui Menteri Pertahanan (Menhan) sekaligus Presiden terpilih Prabowo Subianto. Lulusan AKABRI 1974 ini menganggap Wismoyo sebagai sosok yang berpengaruh bagi dirinya.

”Ajaran-ajaran beliau memengaruhi pribadi saya. Ajaran utama beliau ke anak buahnya selain patriotisme yang menjadi ciri khas angkatan 45 adalah harus selalu berpikir, berbuat dan bertutur kata yang baik. Jangan izinkan berpikir buruk terhadap orang lain. Itu ajaran beliau yang selalu melekat dalam hati saya,” tulis Prabowo dalam buku biografinya berjudul Kepemimpinan Militer: Catatan dari Pengalaman Letnan Jenderal TNI (Purn) Prabowo Subianto.

Prabowo juga mengenang pertemuan pertamanya dengan Wismoyo yang terjadi saat dirinya masuk Kopassandha. Saat itu, dirinya masih berpangkat Letnan Dua (Letda), sedangkan Wismoyo menjabat sebagai Wakil Asisten Pengamanan (Waaspem) Danjen Kopasandha berpangkat Letkol.

”Ketika itu kami hanya tahu beliau adalah adik ipar Pak Harto. Istri beliau adalah adik Ibu Tien Soeharto,” tutur Prabowo.

Awalnya, Prabowo tidak begitu dekat dengan Wismoyo. Namun pada 1978, Wismoyo diangkat menjadi komandan Prabowo di Group 1 Para Komando Kopasandha. 

”Dengan begitu beliau menjadi komandan grup kami. Saya waktu itu Komandan Kompi 112. Saya pun mulai mengenal sosok Pak Wismoyo Arismunandar,” kata dia

Menurut Prabowo, Wismoyo merupakan pemimpin yang selalu mengutamakan semangat dan bergembira. Wismoyo selalu mendorong agar seluruh prajurit bersemangat saat bertepuk tangan. 

Hal yang paling berkesan bagi Prabowo adalah ketika dirinya akan berangkat operasi pertama kali ke Timor Timur pada akhir Oktober 1978. Saat itu, Prabowo menjabat sebagai Komandan Kompi.

”Pukul 20.00 WIB malam, sebelum saya take off pukul 04.00 WIB dari Bandara Halim Perdanakusuma, beliau memanggil saya. Beliau menanyakan persiapan saya yang akan menjalankan operasi,” ucap Prabowo.

Prabowo menjelaskan kepada Wismoyo semua peralatan sudah disiapkan mulai dari senjata, peluru, kompas hingga obat-obatan. Namun, kata Prabowo, Wismoyo kembali menanyakan apalagi yang harus dipersiapkan. Bahkan pertanyaan itu dilakukan hingga berulang-ulang. 

“Saya bingung mau jawab apa lagi karena sudah disebutkan semua perlengkapan sudah disiapkan,” ucapnya.

Wismoyo kemudian menjelaskan maksud pertanyaannya tersebut.

”Dia menyampaikan bahwa saya masih muda, bertanggung jawab atas 100 nyawa pasukan dan akan menghadapi bahaya maut, karena itu dia mengingatkan saya untuk dekat kepada Tuhanya Yang Maha Kuasa. Barulah saya sadar. Beliau lalu masuk kamar dan saat keluar membawa bungkusan isinya sajadah. Dia meminta saya menaruh sajadah itu dalam ransel selama bertugas dan menggunakannya,” kenang mantan Danjen Kopassus ini.

Topik Menarik