Biografi Raja Ali Haji, Cendekiawan Melayu Pengarang Gurindam Dua Belas
JAKARTA, iNews.id - Biografi Raja Ali Haji menarik untuk diulas. Dia adalah cendekiawan Melayu asal Pulau Penyengat, Kepulauan Riau.
Raja Ali Haji, sebagai seorang penulis ulung, tidak hanya dikenal melestarikan huruf Arab-Melayu. Dia juga membuka pintu bahasa Melayu untuk menjadi bahasa nasional.
Berikut biografi lengkap Raja Ali Haji sebagaimana iNews.id rangkum dari berbagai sumber, Kamis (7/12/2023).
Biografi Raja Ali Haji
Profil Raja Ali Haji
Raja Haji Ali lahir di tengah perubahan dinamika budaya dan ilmu pengetahuan di Riau pada abad ke-19. Dilahirkan pada tahun 1808 M, Raja Ali Haji merupakan anak kedua dari Raja Ahmad al-Hajj Ibni Raja Haji Fisabilillah bin Opu Daeng Celak alias Engku Haji Ali Ibni Engku Haji Ahmad dan Encik Hamidah binti Panglima Malik Selangor.
Meskipun terdapat perbedaan pandangan mengenai tempat kelahiran Raja Ali Haji, referensi dari Virginia Matheson dan Barbara Watson Andaya menunjukkan bahwa ia lahir di Selangor. Namun, penulis lain seperti U U Hamidy berspekulasi bahwa Raja Ali Haji lahir di Pulau Penyengat Riau saat ayahnya Raja Ahmad menetap di Riau pada tahun 1808 atau 1809.
Ayahnya, Raja Ahmad Engku Haji Tua, dan ibunya, Encik Hamidah Binti Panglima Selangor, melahirkan tujuh bersaudara. Mereka yakni Raja Muhammad Said, Raja Haji Daud, Raja Abdul Hamid, Raja Usman, Raja Haji Umar, dan Raja Haji Abdullah. Raja Ali Haji sebagai anak keenam.
Pendidikan Raja Ali Haji
Raja Ali Haji mendapatkan pendidikan dasar dari ayahnya dan lingkungan Kesultanan Riau-Lingga di Pulau Penyengat. Dia belajar langsung dari tokoh-tokoh terkemuka.
Tokoh ulama seperti Habib Syekh as-Saqaf, Syekh Ahmad Jabarti, dan Syekh Ismail bin Abdullah al-Minkabawi berkontribusi besar pada pembentukan pemahaman agama dan budaya Raja Ali Haji.
Selain pendidikan di Pulau Penyengat, Raja Ali Haji juga mendapat pengalaman belajar di luar lingkungan Kesultanan. Ketika pergi ke Betawi dengan ayahnya untuk urusan kerajaan Riau-Lingga dengan pemerintahan Hindia Belanda, dia bertemu dengan Gubernur Jenderal Belanda dan memperluas pengetahuannya tentang kehidupan dan seni dari budaya Belanda.
Perjalanan Hidup dan Pengabdian Raja Ali Haji
Setelah menunaikan ibadah haji di Mekkah, Raja Ali Haji belajar dengan Daud bin Abdullah al-Fathani untuk memperdalam ilmu keislaman dan bahasa Arab. Kunjungannya ke Mesir juga memberinya kesempatan untuk menambah wawasan keilmuan.
Kembali ke Riau, dia aktif menghimpun para pakar agama dan menjalankan peran sebagai administrator kerajaan Riau-Lingga.
Raja Ali Haji menikah dengan Raja Safiah pada tahun 1830 dan mulai terlibat dalam pemerintahan. Dia menjadi penasihat Yang Dipertuan Muda selama tiga periode dan melantik Sulaiman Badrul Alamsyah sebagai Sultan Riau Lingga. Keahliannya dalam bidang hukum, agama, ketatanegaraan, dan tradisi Melayu membuatnya disegani dan dihormati.
Karya dan Pengaruh Raja Ali Haji
Tahun 1840-an menjadi tonggak awal bagi Raja Ali Haji sebagai seorang pengarang. Pada periode ini, "Syair Abdul Muluk" dan "Gurindam Dua Belas" muncul sebagai karya-karya awal yang menandai keberhasilannya sebagai penulis.
Meskipun terdapat perbedaan pendapat mengenai beberapa karyanya, seperti Syair Abdul Muluk, namun karya-karyanya yang lain, seperti Gurindam Dua Belas, tetap menjadi karya paling banyak diterbitkan pada masanya.
Gurindam Dua Belas merupakan sebuah karya sastra Melayu klasik yang memuat ajaran moral dan etika. Karya ini diabadikan sepanjang dinding bangunan makamnya di Pulau Penyengat, mewariskan kearifan lokal dan nilai-nilai keagamaan.
Raja Ali Haji menghasilkan karya-karya lainnya, antara lain "Bustan al-Katibin" dan "Kitab Pengetahuan Bahasa". Bustan al-Katibin memberikan tata ejaan huruf Arab-Melayu (jawi), sementara Kitab Pengetahuan Bahasa menjadi kamus ensiklopedi Melayu pertama dengan metode kaufah.
Karya-karya ini menunjukkan pemikiran Raja Ali Haji dalam menyatukan tradisi dan teknologi, sekaligus menggambarkan perkembangan budaya dan teknologi di Riau.
Dalam perjalanan hidupnya, Raja Ali Haji menghasilkan sejumlah karya yang mencakup berbagai bidang, termasuk hukum, bahasa, sejarah, dan sastra. Di antaranya adalah Gurindam Dua Belas, Bustanul al-Khatibin, Muqaddimah fil Intizam Wazaif Haji al-Malik, dan Tuhfat al-Nafis.
Rangkuman senarai karya-karya ini mencerminkan keberagaman minat dan kontribusi Raja Ali Haji terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan budaya di Riau.
Pengaruhnya tak hanya terbatas di Riau-Lingga. Surat-suratnya kepada sahabatnya, Herman Van de Wall, menunjukkan pandangan fanatiknya terhadap Islam dan keinginannya untuk menyebarkan ajaran ini di Tanah Melayu. Meskipun pada akhir hayatnya Raja Ali Haji lebih banyak menghabiskan waktu untuk beribadah, pengaruh dan kontribusinya terhadap kebudayaan dan pendidikan tetap abadi.
Peranan Raja Ali Haji dalam Pembentukan Bahasa Nasional
Raja Ali Haji tidak hanya mengabdikan dirinya sebagai seorang penulis, tetapi juga berkontribusi besar dalam pembentukan bahasa nasional. Karya-karyanya memberikan dasar yang kokoh bagi pengembangan bahasa Melayu menjadi bahasa nasional.
Akhir Hayat Raja Ali Haji
Meninggal pada tahun 1873, Raja Ali Haji meninggalkan warisan berharga dalam bentuk karya sastra dan pemikiran. Makamnya di Pulau Penyengat menjadi tempat ziarah dan penghormatan bagi para pengagumnya.
Biografi Raja Ali Haji tidak hanya menjadi bagian integral dari sejarah Kesultanan Riau-Lingga, akan tetapi juga inspirasi untuk melestarikan serta menghargai warisan budaya dan intelektual Melayu.