Nowruz dan Identitas Uighur: Tradisi yang Bertahan di Tengah Penindasan

Nowruz dan Identitas Uighur: Tradisi yang Bertahan di Tengah Penindasan

Global | sindonews | Selasa, 25 Maret 2025 - 03:23
share

Bagi suku Uighur, Nowruz adalah salah satu hari libur nasional yang ditetapkan berdasarkan penciptaan serta penerimaan budaya mereka sepanjang sejarah, yang diwariskan dari generasi ke generasi.

“Nowruz” diartikan “hari baru” dan juga “hujan musim semi” atau “hari pertama musim semi.”

Hari libur ini dirayakan menurut kalender matahari pada hari ketika musim dingin berakhir dan musim semi dimulai (21 Maret setiap tahun), yang merupakan hari pertama musim semi ketika siang dan malam sama panjangnya.

Mengutip dari editorial Bitter Winter edisi Selasa (25/3/2025), Nowruz berfungsi sebagai perayaan Tahun Baru dan memegang tempat yang sangat penting dalam gaya hidup dan tradisi suku Uighur.

Meski tidak ada catatan sejarah yang dapat diandalkan tentang kapan Nowruz dimulai di kalangan suku Uighur, berdasarkan mitos dan legenda seputar hari raya tersebut, kemunculannya dikaitkan dengan periode pra-Islam ketika suku Uighur menyembah Tengri, Dewa Langit (dari abad ke-3 hingga ke-8 Masehi).

Saat musim dingin berakhir dan musim semi tiba, ketika alam dan makhluk hidup terbangun dan kerja lapangan dimulai, nenek moyang Uighur menganggap periode ini sebagai awal dari kehidupan baru di tahun baru. Dengan demikian, Nowruz dianggap sebagai hari raya Tahun Baru Uighur.

“Nowruz” berarti awal musim semi, seperti kata pepatah: “Awal kerja adalah dari pagi hari, dan awal tahun adalah dari musim semi.” Oleh karena itu, di masa lalu, raja, sultan, dan orang kaya menghormati hari ini dengan membebaskan tahanan dari ruang bawah tanah, menerbitkan berbagai buku pengetahuan, dan menyalin serta mendistribusikannya, dan melakukan berbagai tindakan penting lainnya.

Pada abad ke-11, penulis besar Yusuf Khass Hajib menyelesaikan karya monumentalnya “Kutadgu Bilig” pada tahun 1069 M di Kashgar, ibu kota Kekhanan Kara-Khanid (840–1212), dan mempersembahkannya kepada penguasa Qarakhanid Bughra Ali Hasan pada hari Nowruz.

Sinifikasi Berskala Besar

Cendekiawan Uighur dan Turki klasik seperti Mahmud al-Kashgari, Yusuf Khass Hajib, dan Alisher Navoi secara khusus menyebutkan Nowruz dalam karya-karya mereka, menggambarkan hari raya tersebut dengan bahasa yang hidup, dan menulis banyak puisi tentangnya.

Dengan demikian, selama ribuan tahun sejarah, orang-orang Uighur telah menciptakan pencapaian budaya yang luar biasa dalam bahasa dan penceritaan epik, yang memperkaya khazanah peradaban dunia. Untuk melestarikan warisan budaya ini, mengembangkannya lebih jauh, dan mewariskannya kepada generasi mendatang, orang-orang Uighur telah merayakan Nowruz dalam berbagai bentuk.

Sementara itu sejak 2017, pemerintah China telah meningkatkan genosida di Turkestan Timur ke tingkat ekstrem, melarang semua aspek budaya dan tradisi Uighur. Di bawah kebijakan seperti "Memberi Nutrisi pada Turkestan Timur dengan Budaya," dan menegakkan "Identitas Tionghoa," otoritas China telah memaksa orang Uighur untuk mengadopsi budaya China dan merayakan hari raya Tionghoa, menerapkan kampanye sinifikasi berskala besar.

Dalam situasi ini, di mana budaya dan tradisi Uighur ditekan di Turkestan Timur, tanggung jawab untuk melindungi budaya Uighur, mengajarkannya kepada anak-anak mereka, dan mewariskannya dari generasi ke generasi, telah jatuh kepada para diaspora Uighur.

Jadi, apa pentingnya merayakan Nowruz bagi kalangan diaspora Uighur? Budaya berarti keberadaan. China tahu betul bahwa Beijing tidak dapat membasmi Uighur melalui penghancuran fisik, melainkan harus terlebih dahulu menghancurkan semangat dan jiwanya.

Oleh karena itu, di samping keyakinan Uighur, China telah merancang rencana untuk memusnahkan budaya Uighur, yang bertujuan untuk melakukan asimilasi penuh. China telah menyatakan Uighur sebagai "bangsa kelaparan budaya dan hampa," yang mengeklaim untuk "memberi makan" Uighur dengan budaya serta tradisi China, menggantikan Nowruz dengan hari libur seperti Tahun Baru Imlek.

Budaya dan Tradisi Sejarah Uighur

Sementara China berusaha untuk memberantas budaya Uighur, para diasporanya yang tinggal di seluruh dunia bebas merayakan hari libur budaya tradisionalnya, Nowruz, untuk melestarikan warisan dan menghidupkan kembali semangat Uighur.

Di sejumlah negara, para Uighur mengenakan pakaian tradisional, berkumpul bersama, berbincang satu sama lain, menikmati masakan tradisional, mendengarkan musik dan pertunjukan seniman, menemukan pelipur lara dalam kerinduan satu sama lain.

Para diaspora Uighur mengenang perayaan Nowruz yang diadakan di tanah kelahiran. Mereka mengajarkan anak-anak mengenai keindahan hari libur tradisional ini, memelihara jiwa mereka dengan budaya Uighur.

Dengan merayakan Nowruz, para Uighur memperkenalkan budaya dan tradisi sejarah yang agung kepada negara-negara Barat, yang menunjukkan bahwa suku Uighur adalah bangsa dengan fondasi budaya yang kuat—bangsa yang tidak pantas dikasihani, tetapi harus dipahami dan dihormati.

Melalui perayaan Nowruz dan kegiatan lainnya, para Uighur ingin membuktikan bahwa budayanya tidak memiliki hubungan atau ikatan dengan budaya China. Uighur menjelaskan bahwa apa yang dikatakan "tidak boleh terjadi lagi" di abad ke-21 sedang terjadi di tanah airnya, Turkestan Timur, dan bahwa memulihkan kemerdekaan Turkestan Timur adalah satu-satunya jalan untuk memulihkan keberadaan orang-orang Uighur, yang menunjukkan keinginan untuk hidup bebas dan mandiri.

Hari ini, semua organisasi diaspora Uighur bergandengan tangan dan merayakan perayaan Nowruz dalam persatuan dan keharmonisan, serta mengundang semua saudara dan saudari mereka untuk berpartisipasi dalam acara ini. Para Uighur berharap semoga hari raya Nowruz ini “diberkati untuk kita semua!”

Topik Menarik