5 Kontroversi Thaksin Shinawatra, Eks PM Thailand yang Jadi Dewan Penasihat Danantara
Sejumlah tokoh internasional telah ditunjuk sebagai Dewan Penasihat Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara). Salah satu dari mereka adalah mantan perdana menteri (PM) Thailand Thaksin Shinawatra.
Chief Executive Officer (CEO) BPI Danantara Rosan Roeslani telah mengumukan struktur kepengurusan badan tersebut pada hari Senin.
Selain Thaksin Shinawatra, tokoh asing lainnya yang dipercaya mengisi bangku Dewan Penasihat Danantara adalah konglomerat Amerika Serikat (AS) Raymond Thomas Dalio alias Ray Dalio, ekonom AS Jeffrey Sachs, dan manajer portofolio ekuitas di Capital Group F Chapman Taylor.
Thaksin Shinawatra menjadi sosok yang mencuri perhatian karena rentetan kontroversinya di masa lalu.
5 Kontroversi Thaksin Shinawatra
1. Dituduh Salah Gunakan Kekuasaan
Salah satu kontroversi terbesar dari Thaksin Shinawatra adalah pernah menghadapi tuduhan menyalahgunakan kekuasaan.Sebagai seorang pebisnis sukses sebelum menjadi perdana menteri, Thaksin memiliki hubungan yang erat antara bisnis dan politik. Salah satu kasus yang paling kontroversial adalah penjualan saham perusahaan telekomunikasi Shin Corporation milik keluarga Thaksin kepada perusahaan asing pada tahun 2006.
Transaksi tersebut dinilai sangat menguntungkan bagi keluarga Thaksin, tetapi pada saat yang sama merugikan negara karena Thaksin tidak membayar pajak atas penjualan tersebut.
Hal ini memicu protes besar-besaran di Thailand, yang menganggapnya sebagai penyalahgunaan kekuasaan untuk kepentingan pribadi.
Sebagai respons, pemerintah mengeluarkan keputusan yang mengarah pada pengenaan pajak atas transaksi tersebut. Skandal ini semakin memperburuk citra Thaksin dan memperburuk hubungan antara pemerintah dan rakyat Thailand.
2. Skandal Perang Melawan Narkoba
Pada tahun 2003, Thaksin meluncurkan "perang melawan narkoba", sebuah kampanye yang bertujuan untuk mengurangi penyebaran narkoba di Thailand.Namun, kebijakan ini mengundang kecaman internasional dan domestik karena melibatkan pembunuhan di luar proses hukum.
Banyak laporan yang mengungkapkan bahwa lebih dari 2.500 orang tewas selama kampanye tersebut, dengan banyak dari mereka yang tidak memiliki bukti keterlibatan dalam perdagangan narkoba.
Human Rights Watch mengkritik kebijakan ini karena dianggap sebagai pelanggaran hak asasi manusia yang serius.
Selain itu, kebijakan ini dilihat sebagai bentuk penyalahgunaan kekuasaan oleh pemerintah yang dipimpin Thaksin.
Dia dianggap menargetkan kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat untuk mencapai tujuan politik dan sosial tertentu. Dampak negatif dari skandal ini adalah menurunnya dukungan terhadap Thaksin di kalangan berbagai organisasi internasional dan kelompok hak asasi manusia.
3. Pernah Kabur ke Luar Negeri
Pada September 2006, Thaksin digulingkan melalui sebuah kudeta militer yang dilakukan oleh Jenderal Sonthi Boonyaratglin.Setelah kudeta, Thaksin melarikan diri ke luar negeri untuk menghindari berbagai dakwaan hukum, termasuk tuduhan korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan.
Kudeta ini tidak hanya merusak citra politik Thaksin, tetapi juga memperburuk ketegangan politik di Thailand.
Pendukung Thaksin, yang dikenal dengan sebutan "Red Shirts", memprotes keras tindakan militer tersebut, sementara oposisi yang disebut "Yellow Shirts" mendukung langkah militer tersebut.
Kaburnya Thaksin ke luar negeri menambah kontroversi yang melingkupi kepemimpinannya, dengan banyak pihak yang merasa bahwa dia telah melarikan diri dari tanggung jawab hukum.
Meskipun Thaksin berusaha untuk kembali ke Thailand saat itu, dia tidak pernah berhasil karena masih menghadapi berbagai kasus hukum.
4. Skandal Pembelian Klub Sepak Bola Manchester City
Setelah melarikan diri ke luar negeri, Thaksin terlibat dalam skandal yang melibatkan pembelian klub sepak bola Manchester City pada tahun 2007.Thaksin membeli klub tersebut dengan harga yang cukup besar, namun dia mendapat kritik karena dianggap lebih fokus pada kepentingan pribadi dan bisnis daripada memikirkan kondisi sosial-politik di Thailand.
Pembelian ini memicu kontroversi karena Thaksin, yang masih sangat berpengaruh di Thailand, dianggap lebih tertarik pada dunia bisnis internasional ketimbang menangani masalah dalam negeri.
Selain itu, pengelolaan Manchester City pada masa Thaksin juga tidak berjalan mulus. Meskipun beberapa prestasi tercapai, namun reputasi Thaksin semakin buruk akibat keterlibatannya dalam sejumlah skandal.
Pada tahun 2008, Thaksin menjual klub tersebut kepada investor asal Abu Dhabi, meskipun pengaruhnya dalam sepak bola Inggris tetap menjadi perdebatan.
5. Skandal Penuntutan Kasus Korupsi
Pada 2008, Thaksin dijatuhi hukuman penjara dua tahun setelah terbukti bersalah dalam kasus korupsi yang melibatkan pembelian tanah.Kasus ini berhubungan dengan transaksi jual beli tanah yang melibatkan Thaksin dan istrinya, Potjaman, yang dilakukan saat Thaksin menjabat sebagai PM Thailand.
Pengadilan memutuskan bahwa transaksi tersebut ilegal dan melanggar hukum, sehingga menghukum Thaksin dengan hukuman penjara.
Thaksin sempat mengajukan banding, tetapi putusan pengadilan tetap dijalankan.
Skandal ini semakin memperburuk citra Thaksin di mata publik Thailand. Banyak yang melihatnya sebagai bukti bahwa Thaksin menggunakan jabatan politiknya untuk memperkaya diri sendiri.
Kontroversi ini juga menyulut polarisasi lebih lanjut dalam politik Thailand, dengan pendukung Thaksin terus menuntut keadilan dan memperjuangkan hak-haknya, sementara kelompok oposisi semakin mengkritik kepemimpinannya.