Pendiri Tentara Bayaran Blackwater: Militer Rusia Menjadi Lebih Pintar Melawan Senjata AS
Erik Prince, pendiri dan mantan CEO perusahaan militer swasta Blackwater, berpendapat bahwa militer Rusia telah menjadi jauh lebih pintar dalam melawan senjata Amerika Serikat (AS) yang digunakan Ukraina.
Saat berbicara di Hillsdale College, Prince juga menyatakan skeptisisme atas klaim bahwa militer Rusia telah melemah secara signifikan dalam perangnya di Ukraina.
"Hal yang sangat dikuasai Rusia adalah peperangan elektronik," ujar pendiri perusahaan tentara bayaran Amerika tersebut.
Prince menekankan bahwa persenjataan canggih Amerika, seperti rudal Javelin, HIMARS, dan peluru artileri berpemandu Copperhead, sering kali menjadi tidak efektif dalam hitungan minggu.
"Itu berfungsi selama satu atau dua minggu, dan Rusia mencari cara untuk mengganggu navigasi atau jalur perintah, dan semuanya menjadi sia-sia,” paparnya.
Prince menguraikan alasan untuk menepis pernyataan bahwa pasukan Rusia telah melemah secara signifikan.
“Pertama-tama, jangan dengarkan politisi idiot yang berkata, ‘ya, kami telah menurunkan kemampuan tentara Rusia’. Tidak, kami telah menghabiskan banyak materi. Tentara Rusia telah menjadi jauh lebih pintar,” papar Prince, seperti dikutip dari Russia Today, Selasa (18/3/2025).
Dia menunjuk pada peningkatan pesat dalam kemampuan kontra-artileri Rusia, yang membandingkan waktu respons antara awal 2022 dan sekarang.
“Jika Anda menembak Rusia, dengan artileri pada bulan Maret atau April 2022, mereka akan membutuhkan waktu satu setengah jam untuk membalas dengan akurat. Sekarang, sekitar dua menit, yang berarti jika Anda menembak mereka, Anda sebaiknya berada di dalam kendaraan dan berlari kencang karena jika tidak, mereka akan menyerang Anda,” kata Prince.
Kementerian Pertahanan Rusia memberikan informasi terbaru secara berkala tentang penghancuran peralatan sumbangan Barat seperti peluncur rudal HIMARS dan ATACMS di Ukraina.
Sejak meningkatnya konflik Ukraina pada tahun 2022, AS telah menjadi pemasok senjata terbesar bagi Kyiv.
Setelah Presiden AS Donald Trump menjabat pada bulan Januari, dia menjadikan perdamaian di Ukraina sebagai salah satu prioritas utamanya dan mengkritik pemerintahan mantan Presiden Joe Biden karena menghabiskan miliaran dolar uang pembayar pajak Amerika untuk mendukung Kyiv.
Trump sempat menangguhkan bantuan militer dan pembagian informasi intelijen menyusul perselisihan publik dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky di Oval Office Gedung Putih pada bulan Februari.
Namun, bantuan tersebut dipulihkan setelah Kyiv setuju untuk mendukung gencatan senjata selama 30 hari dengan Moskow.
Moskow telah berulang kali memperingatkan bahwa bantuan militer Barat hanya memperpanjang permusuhan tetapi tidak akan mengubah hasil konflik dan berisiko menimbulkan konfrontasi langsung antara Rusia dan NATO.