Mengapa Bashar al-Assad Kabur dari Suriah?

Mengapa Bashar al-Assad Kabur dari Suriah?

Global | okezone | Senin, 9 Desember 2024 - 20:45
share

AMMAN - Presiden Bashar al-Assad melarikan diri dari Suriah setelah pemerintahannya runtuh akibat serangan mendadak dari kelompok pemberontak yang merebut ibu kota Damaskus dan kota-kota besar lainnya. Dalam waktu 10 hari, pemberontak yang dipimpin kelompok Hayat Tahrir al-Sham (HTS) dan milisi oposisi yang didukung Turki berhasil memukul mundur pasukan pemerintah.

Pada Minggu (8/12/2024) pagi, HTS mengumumkan bahwa Damaskus kini bebas dari tirani Bashar al-Assad. Melansir ABC News, pernyataan Kementerian Luar Negeri Rusia juga mengonfirmasi bahwa Bashar telah meninggalkan Suriah dan jabatannya, serta memberikan instruksi untuk transisi kekuasaan secara damai setelah memimpin selama 24 tahun. 

Kejatuhan rezim Bashar ini menandai berakhirnya pemerintahan keluarga Assad yang telah berlangsung selama 50 tahun. Bashar mengambil alih kekuasaan dari ayahnya, Hafez al-Assad, pada 2000. Sejak itu ia memerintah dengan gaya otoriter yang menekan oposisi serta memusatkan kekuasaan pada keluarga dan kelompok minoritas Alawite.

Namun, pemerintahannya mulai goyah sejak 2011, ketika protes damai yang dipengaruhi Arab Spring berubah menjadi perang saudara. Protes yang menuntut reformasi politik direspons dengan kekerasan oleh pasukan keamanan. Ini memperburuk situasi hingga konflik meluas menjadi perang bersenjata. 

Konflik ini juga membuka jalan bagi kelompok ekstremis seperti ISIS untuk bangkit, sementara Suriah menjadi medan perang bagi kekuatan global, termasuk Amerika Serikat, Rusia, Iran, dan negara-negara Teluk.

Pemberontakan terbaru berhasil karena melemahnya dukungan dari sekutu utama Assad, yaitu Rusia, Iran, dan Hizbullah. 
Menurut penasihat keamanan nasional Amerika Serikat (AS), Jake Sullivan, Rusia yang sibuk dengan perang di Ukraina dan Iran yang menghadapi tekanan di Timur Tengah, tidak lagi mampu mendukung Assad seperti sebelumnya. Hal ini membuat militer Suriah yang sudah melemah semakin tidak mampu menghadapi serangan pemberontak.

Dalam serangan ini, pemberontak merebut empat kota utama dalam waktu 24 jam, yaitu Homs, Daraa, Quneitra, dan Sweida. Bahkan, pasukan pemerintah menyerah di beberapa kota tanpa perlawanan berarti. 

Pada saat yang sama, pasukan pemberontak juga berhasil menyerang penjara Sednaya, simbol penindasan rezim, yang menurut Amnesty International dikenal sebagai “rumah jagal manusia”.

Perdana Menteri Suriah, Ghazi al-Jalali, dalam sebuah video menyatakan bahwa pemerintah siap menyerahkan kekuasaan kepada oposisi untuk menghindari kekacauan lebih lanjut. 

Presiden AS Joe Biden memantau situasi ini dengan seksama. sementara Presiden terpilih Donald Trump menyatakan dalam sebuah postingan di Truth Social bahwa Amerika Serikat tidak akan terlibat dalam konflik tersebut. Trump juga menyoroti bahwa Rusia, yang telah mendukung Assad selama bertahun-tahun, tampaknya sudah tidak tertarik melindungi rezimnya.

 

Melansir Sky News, setelah 13 tahun perang saudara, jatuhnya rezim Assad menandai titik balik bagi Suriah. Negara ini telah menghadapi pertempuran di tiga front, yakni HTS di utara, Front Selatan, dan kelompok Kurdi di timur. HTS, yang sebelumnya dikenal sebagai Front Nusra dan memiliki hubungan dengan Al-Qaeda, adalah kelompok militan Islam Sunni. Kelompok ini telah lama dianggap sebagai organisasi teroris oleh AS. Pada tahun 2016, HTS memutuskan untuk memutuskan hubungan dengan Al-Qaeda demi tampil lebih moderat.

Para pemberontak Suriah, yang terdiri dari berbagai kelompok oposisi, menyatakan bahwa mereka sedang berusaha untuk mentransfer kekuasaan kepada badan pemerintahan baru yang memiliki kekuasaan eksekutif penuh.

"Revolusi besar Suriah telah bergerak dari perjuangan untuk menggulingkan rezim Assad ke perjuangan untuk membangun Suriah bersama yang layak untuk pengorbanan rakyatnya," kata koalisi tersebut dalam sebuah pernyataan, yang menggambarkan peristiwa ini sebagai kelahiran baru bagi "Suriah besar".

“Masa depan adalah milik kami,” tegas pemimpin HTS, Abu Mohammed al-Jolani, dalam sebuah pernyataan yang dibacakan di televisi nasional Suriah.

Pemimpin HTS tersebut juga berbicara di hadapan kerumunan di Masjid Umayyad yang luas di Damaskus, menggambarkan jatuhnya Assad sebagai kemenangan bagi umat Islam. 

"Sejarah baru, saudara-saudaraku, sedang ditulis di seluruh wilayah setelah kemenangan besar ini," tuturnya.

Topik Menarik