Alasan Dataran Tinggi Golan Menjadi Wilayah Penting
JAKARTA - Dataran Tinggi Golan adalah wilayah yang sangat penting karena letaknya strategis dan kaya akan sumber daya. Perselisihan politik dan konflik militer yang terus berlangsung menjadikan Dataran Tinggi Golan pusat perhatian dalam dinamika geopolitik di Timur Tengah.
Melansir Middle East Eye, sejak Suriah merdeka pada tahun 1944, Dataran Tinggi Golan diakui secara resmi sebagai bagian dari wilayahnya. Namun, wilayah ini diduduki oleh Israel usai perang Timur Tengah tahun 1967 dan secara sepihak diambil alih pada tahun 1981.
Langkah ini tidak pernah diakui oleh masyarakat internasional, termasuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Resolusi PBB 242 menyerukan Israel untuk mundur dari wilayah yang didudukinya pada tahun 1967, termasuk Dataran Tinggi Golan, tetapi Israel menolak.
Pada tahun 2019, Presiden Amerika Serikat (AS) saat itu, Donald Trump, mengakui kedaulatan Israel atas Dataran Tinggi Golan, meskipun keputusan ini dikecam sebagai pelanggaran hukum internasional. Pemerintahan Joe Biden hingga kini belum membatalkan keputusan tersebut dan sering merujuk wilayah itu sebagai bagian dari Israel utara daripada wilayah Suriah yang diduduki.
Dataran Tinggi Golan memiliki nilai penting baik secara strategis maupun ekonomis bagi Israel. Wilayah ini menyediakan sekitar sepertiga pasokan air tawar Israel, dengan airnya mengalir ke Danau Galilea dan Sungai Yordan yang menjadi sumber utama kebutuhan air negara tersebut. Selain itu, Golan memiliki posisi strategis karena berbatasan langsung dengan Suriah, sehingga digunakan untuk memantau aktivitas militer di Suriah dan Lebanon.
Kendali atas wilayah ini dianggap krusial oleh Israel untuk menghalangi ancaman dari Suriah, Iran, dan Hizbullah. Di sisi lain, tanah suburnya mendukung sektor pertanian, sementara keindahan alamnya menarik wisatawan, menjadikannya wilayah yang juga berperan dalam pertumbuhan ekonomi.
Sebelum perang tahun 1967, Dataran Tinggi Golan dihuni oleh ratusan ribu warga Suriah. Namun, perang tersebut memaksa banyak dari mereka mengungsi, meninggalkan wilayah yang kini dihuni oleh dua kelompok utama. Salah satunya adalah komunitas Druze, yang berjumlah sekitar 23.000 orang.
Sebagian besar dari mereka mempertahankan identitas dan kewarganegaraan Suriah, meskipun Israel telah menawarkan kewarganegaraan kepada mereka. Berbeda dengan Druze di wilayah Israel, mereka tidak diwajibkan mengikuti wajib militer.
Di sisi lain, terdapat sekitar 25.000 pemukim Yahudi yang tinggal di permukiman di wilayah Golan, yang menurut hukum internasional dianggap ilegal. Komunitas Druze memiliki keyakinan monoteistik atau adanya satu Tuhan dalam agama mereka, sehingga tetap menjaga hubungan erat dengan Suriah meskipun wilayah ini berada di bawah pendudukan Israel.
Dataran Tinggi Golan juga sering menjadi lokasi konflik militer. Sejak perang Gaza pecah pada bulan Oktober 2023, wilayah ini telah menghadapi serangan roket sporadis dari kelompok bersenjata, termasuk dari arah Lebanon. Serangan-serangan ini kerap memicu balasan dari Israel terhadap target di Suriah dan Lebanon.