Profil Hamdan Ballal, Sutradara No Other Land yang Ditangkap Tentara Israel usai Dianiaya
Nama Hamdan Ballal, sutradara No Other Land mencuat ke panggung dunia setelah film dokumenter tersebut menyabet Piala Oscar 2025 sebagai Dokumenter Terbaik. Namun, hanya berselang tiga minggu dari kemenangan bersejarah itu, ia dianiaya dan ditangkap secara brutal oleh sekelompok pemukim Israel di desanya sendiri, Susiya, wilayah Tepi Barat.
Nasib Hamdan Balllal kini belum diketahui. Pengacara hak asasi manusia, Lea Tsemel, mengatakan bahwa Ballal adalah satu dari tiga warga Palestina yang ditahan oleh militer Israel. Ia mengaku belum dapat berkomunikasi langsung dengan kliennya karena mereka masih berada di pangkalan militer untuk perawatan medis.
Dua saksi mata, termasuk sesama sutradra No Other Land, Basel Adra, mengungkap detik-detik saat rekannya itu diserang dan kemudian ditahan oleh militer Israel. Menurut Adra, sekitar 20 pemukim, beberapa mengenakan topeng dan bersenjata, menyerbu desa usai waktu berbuka puasa.
Dilansir dari NPR, Selasa (25/3/2025), di tengah kekacauan itu, tentara Israel justru mengarahkan senjata ke warga Palestina, membiarkan pemukim melemparkan batu dan merusak properti warga.
Profil Hamdan Ballal Sutradara No Other Land yang Ditangkap Tentara Israel usai Dianiaya
Masa Kecil dan Langkah Awal dalam Aktivisme
Lahir pada 1989 di desa Susiya, Ballal tumbuh besar dalam bayang-bayang pendudukan dan ketidakpastian. Sejak remaja, ia telah memegang kamera untuk mendokumentasikan kehidupan warga Palestina yang dihimpit tekanan militer dan penggusuran paksa. Masafer Yatta, lokasi tempat ia banyak berkarya merupakan kawasan rawan yang kerap disebut Israel sebagai zona tembak langsung.Meski penuh risiko, Ballal memilih jalur dokumentasi sebagai bentuk perlawanan damai. Ia terlibat dengan organisasi seperti B’Tselem dan Humans of Masafer Yatta, menjadi suara bagi komunitasnya yang selama ini nyaris tak terdengar. Dari cuplikan video harian, foto penggusuran, hingga kesaksian warga, semuanya Ballal arsipkan dan bagikan ke dunia lewat media sosial dan platform hak asasi manusia.
Kolaborasi No Other Land
Tahun 2024 menjadi titik balik kariernya. Bersama Basel Adra (aktivis Palestina), Yuval Abraham (jurnalis Israel), dan Rachel Szor (sutradara Israel), Ballal menciptakan No Other Land, film dokumenter yang bukan hanya mengisahkan penderitaan, tapi juga solidaritas lintas identitas. Proyek ini didesain dengan penuh risiko lantaran pengambilan gambar dilakukan di bawah ancaman militer, dan peralatan seringkali disita oleh pasukan Israel.Karya ini tayang perdana di Berlinale 2024 dan meraih dua penghargaan bergengsi. Film tersebut menggambarkan ketegangan, penggusuran, dan ketegaran warga Palestina menghadapi realitas pendudukan. Momen paling menggugah datang pada 2025 saat No Other Land dinobatkan sebagai Dokumenter Terbaik di ajang Oscar.
“Hentikan pembersihan etnis di tanah kami,” kata Ballal dalam pidato kemenangannya, yang mana ia berharap agar anak perempuannya, yang baru lahir, tak harus tumbuh di bawah penjajahan militer.
Foto/APPenculikan dan Kekerasan yang Membungkam
Tanggal 24 Maret 2025 menjadi hari kelam. Setelah berbuka puasa, rumah Ballal didatangi sekitar 20 pemukim bersenjata, sebagian bertopeng dan berseragam. Mereka menyerbu masuk, menyeret dan memukuli Ballal di depan keluarganya.Ia mengalami luka serius di bagian kepala dan perut. Saat tentara Israel datang, bukannya menghentikan kekerasan, mereka malah menahan Ballal yang sudah terluka dan membawanya ke lokasi tak diketahui.
Rekan-rekannya, termasuk Basel Adra dan Yuval Abraham, menyebarkan rekaman CCTV yang sempat diselamatkan sebelum sistem pengawas dirusak. Video tersebut menunjukkan serangan sistematis dan minimnya intervensi dari militer. Hingga kini, keberadaan Ballal belum diketahui, mendorong kampanye daring global dengan tagar #FindHamdan.
Aktivisme, dan Pengaruh Global
Ballal tak hanya dikenal sebagai pembuat film, tetapi juga sebagai peneliti pelanggaran HAM. Laporannya tentang kekerasan militer Israel di Masafer Yatta pernah dikutip dalam dokumen resmi PBB. Ia menjadi simbol perjuangan damai lewat media visual, menginspirasi banyak aktivis di wilayah konflik.Kolaborasinya dengan sineas dan jurnalis Israel menunjukkan bahwa masih ada jembatan kemanusiaan di tengah permusuhan. Tapi insiden penculikan ini menunjukkan risiko besar yang dihadapi mereka yang memilih untuk bersuara, bahkan ketika suara itu diakui dunia.