UI: Bahlil Belum Lulus, Tuntutan Pembatalan Disertasi Tidak Tepat

UI: Bahlil Belum Lulus, Tuntutan Pembatalan Disertasi Tidak Tepat

Gaya Hidup | sindonews | Rabu, 12 Maret 2025 - 11:30
share

Universitas Indonesia (UI) memberikan klarifikasi mengenai polemik kasus pelanggaran akademik dan etik disertasi Bahlil Lahadalia.

Direktur Humas, Media, Pemerintah dan Internasional UI Arie Afriansyah mengatakan, Universitas Indonesia (UI) mengambil langkah tegas dalam menangani pelanggaran akademik dan etik yang dilakukan oleh berbagai pihak, termasuk Promotor, Ko-promotor, Manajemen Sekolah (Direktur, Dekan, Kepala Program Studi), dan Mahasiswa.

Langkah ini dilakukan melalui mekanisme pembinaan sebagai bentuk komitmen UI dalam menjaga standar akademik.

Menurut Direktur Humas, Media, dan Pemerintah UI, Arie Afriansyah, keputusan ini bukan merupakan keputusan Rektor UI secara individu, melainkan hasil keputusan bersama dari Empat Organ utama UI, yaitu Rektor, Majelis Wali Amanat (MWA), Senat Akademik (SA), serta Dewan Guru Besar (DGB). Keempat Organ UI tersebut telah menyepakati keputusan ini secara bulat.

"Konferensi pers yang dilakukan juga merupakan hasil koordinasi bersama antara Rektor, Ketua MWA, Ketua SA, dan Ketua DGB UI," jelas Arie Afriansyah.

Klarifikasi Terkait Tuntutan Pembatalan Disertasi dan Kelulusan

Terkait tuntutan agar disertasi mahasiswa dibatalkan, UI menegaskan bahwa hal tersebut tidak tepat. Arie Afriansyah menjelaskan bahwa meskipun Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) sebelumnya telah melakukan promosi doktor, Empat Organ UI telah memutuskan bahwa mahasiswa yang bersangkutan harus melakukan revisi disertasi.

"Karena disertasi belum diterima sebagai dokumen pendukung kelulusan, maka tidak relevan untuk membatalkan sesuatu yang belum dinyatakan sah," tegasnya.

Demikian pula, tuntutan pembatalan kelulusan dianggap tidak tepat karena mahasiswa yang bersangkutan belum dinyatakan lulus. Empat Organ UI telah memutuskan bahwa mahasiswa tersebut harus menunda kelulusannya hingga revisi disertasi selesai dan dinyatakan memenuhi standar akademik.

Adapun tuntutan pembatalan gelar, menurut Arie, juga tidak relevan. "Mahasiswa tersebut bahkan belum lulus dan belum mendapatkan ijazahnya," ujarnya.

UI Terapkan Pembinaan, Bukan Sekadar Sanksi

Sebagai institusi pendidikan, UI menerapkan pendekatan pembinaan dalam menangani kasus ini. Menurut Arie Afriansyah, tujuan utama UI bukan hanya menghukum, tetapi juga meningkatkan kualitas akademik dan mendorong perubahan perilaku.

"Bagi mahasiswa, pembinaan dilakukan dengan mewajibkan peningkatan kualitas disertasi serta publikasi ilmiah. Sementara itu, bagi promotor, ko-promotor, direktur sekolah, dan kepala program studi, pembinaan berupa larangan mengajar, menerima mahasiswa bimbingan baru, dan pembatasan jabatan struktural dalam periode tertentu," jelasnya.

UI menegaskan bahwa keputusan ini berlaku adil dan tidak tebang pilih dalam menerapkan sistem dan mekanisme etik akademik.

UI Terbuka untuk Diskusi

Menutup pernyataannya, Arie Afriansyah menegaskan bahwa Rektor UI dan pihak terkait terbuka terhadap pertanyaan, masukan, dan kritik. "Bagi siapa pun yang ingin memahami lebih lanjut mengenai mekanisme pengambilan keputusan ini, kami membuka ruang diskusi secara langsung," pungkasnya.

Dengan langkah ini, UI berharap dapat terus menjaga integritas akademik dan menegakkan standar pendidikan yang berkualitas.

Topik Menarik