Deteksi Kelainan Otak dengan Teknologi DSA, Ini Kelebihannya!
Muh Jusrianto
Sekretaris Jenderal PB HMI dan Mahasiswa S3 HI Unpad
WACANA pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN) menjadi isu strategis yang dibicarakan di masa awal pemerintahan Prabowo Subianto. Sesungguhnya, ide ini telah lama diwacanakan jauh sebelum terpilih dalam kontestasi elektoral di 2024. Hal ini tidak lepas dari adanya persoalan tidak optimalnya penerimaan negara.
Kementerian Keuangan (2007) menjelaskan, penerimaan negara sebagai uang yang masuk dalam kas negara, secara ekonomis, penerimaan negara memiliki kaitan erat dengan pertumbuhan ekonomi. Besar kecilnya penerimaan negara akan berpengaruh pula pada besar kecilnya pertumbuhan ekonomi. Oleh karenanya ide pembentukan BPN penting dipertimbangkan.
Kesadaran akan pentingnya pembentukan BPN, yang secara kelembagaan berada langsung di bawah Presiden merupakan terobosan dalam meningkatkan posisi Indonesia yang secara komparatif masih tertinggal dari Kamboja dan Vietnam, utamanya pada aspek penerimaan negara (Jesly Y. Panjaitan, 2023).
Dengan mencermati berbagai program yang telah dicanangkan Prabowo tentunya posisi BPN kelak dapat memainkan peran signifikan dalam menyokong suksesi dari setiap program yang ada. Program makan bergizi gratis, perbaikan gaji aparatur negara, sekolah unggulan dan berbagai program lain jelas memerlukan anggaran jumbo agar itu dapat terealisasi.
Kondisi ini pada akhirnya memunculkan diskusi dan perdebatan sehubungan dengan akar persoalan yang jadi sebab rendahnya rasio penerimaan dan tax ratio di satu sisi dan bagaimana meningkatkannya pada lain sisi. Maka itu ide pembentukan BPN sebagai lembaga yang terpisah dari Kemenkeu diyakini oleh beberapa pihak bisa menghadirkan model pengelolaan penerimaan negara yang lebih terorganisir.
Pemisahan instansi perpajakan dari Departemen Keuangan sejatinya bukan hal terlarang. Beberapa negara yang mengadaptasi model pembangunan yang kapitalistik bahkan melakukan reorganisasi semacam itu, seperti Amerika Serikat dengan Internal Revenue Service (IRS), Australia dengan Australian Taxation Office (ATO) serta Inggris dengan HM Revenue and Customs.
Atas dasar itu, Indonesia di bawah administrasi Pemerintahan Prabowo dapat mengambil pilihan yang sama dengan tetap melakukan readaptasi agar tetap kompatibel dengan national interest. Artinya pembentukan BPN sebagai lembaga yang terpisah dari Departemen Keuangan, sebagaimana dilakukan di sejumlah negara, tidak bersifat copy paste.
Problem Stagnasi
Sebagaimana yang pernah telah dijelaskan, lahirnya wacana pembentukan BPN tidak terlepas dari problem rasio perpajakan terhadap Produk Domestik Bruto atau dikenal istilah tax ratio to GDP Indonesia, yang cenderung stagnan beberapa tahun terakhir (World Bank, 2023).
Pemerintah menetapkan tax ratio 2025 hanya 10,09-10,29 persen dari PDB, angka tersebut lebih rendah dari 10,31 persen di 2023 dan 10,38 persen di 2022, sementara target batas bawah yang ditetapkan sebesar 10,09 persen lebih rendah dari target 2024 sebesar 10,12 persen (berkas.dpr.go.id, 10/06/2024).
Data tersebut tidak hanya menunjukkan target tax ratio Indonesia yang turun ke single digit, melainkan terus mengalami penurunan secara gradual. Kondisi ini menjadi perhatian Prabowo. Dalam acara “Sarasehan 100 Ekonom Indonesia,” Rabu 11 November 2023, Prabowo secara tegas menyampaikan tertinggalnya tax ratio Indonesia dari Kamboja, Vietnam dan Malaysia dimana ketiganya memiliki tax ratio di atas 10 persen.
Menurut catatan OECD, pada tahun 2022 negara-negara ASEAN yang berhasil mencatatkan tax ratio terbesar, yaitu Vietnam (19,0 persen), Filipina (18,4 persen), Thailand (16,7 persen), Kamboja (14,7 persen) dan Malaysia (12,2 persen). Sementara di kawasan Pasifik, Vanuatu tercatat memiliki tax ratio sebesar 16, 1 persen, Samoa 26,4 persen (oecd, 2024)
Selama era Pemerintahan Jokowi tax ratio Indonesia hanya bergerak di angka 9-12 persen (Jesly Y. Panjaitan, 2023). Padahal berdasarkan perhitungan IMF, ideal tax ratio suatu negara, sebesar 15 persen dan untuk negara maju rata-rata di atas 30 persen (Fauzia, 2018). Catatan IMF ini jelas paralel dengan pandangan Prabowo.
Dalam perhitungan Prabowo tax ratio Indonesia sejatinya dapat ditingkatkan lebih baik dari yang sudah ada. Namun peningkatan ini harus diperkuat oleh sistem manajemen perpajakan dan teknologi yang baik. Sehingga alasan agar dibentuknya BPN sebagai bagian dari upaya mengoptimalisasi penerimaan negara memiliki landasan yang kokoh.
Terobosan Prabowo
Jauh sebelum Prabowo terpilih sebagai Presiden, keinginan membentuk BPN melalui pemisahan Ditjen Pajak dari Departemen Keuangan telah disampaikan dalam berbagai kesempatan. Meski ide ini telah dijalankan beberapa negara, namun keberanian Prabowo untuk mengintrodusir ide tersebut patut diapresiasi dan dilihat sebagai sebuah terobosan.
Pemisahan antara policy making Kemenkeu dengan tax collection dan revenue collection penting dipertimbangkan di tengah kondisi “stagnasi” penerimaan negara yang berlangsung dalam satu dasawarsa terakhir. Alih-alih mengalami kemajuan, justru kalau dilihat secara historis, posisi tax ratio Indonesia terus mengalami penurunan dari 12 persen pada 2003 menjadi 10,41 persen pada 2022.
Permohonan Raja Charles III pada Pangeran William dan Harry: Jangan Buat Tahun Terakhirku Sengsara
Rendahnya tax ratio menunjukkan, rendahnya kemandirian fiskal Indonesia (Jesly Y. Panjaitan, 2023). Hal ini jelas problematik sebab dengan rendahnya kemandirian fiskal akan berimplikasi atas keterbatasan kemampuan pemerintah dalam membiayai kegiatan dan program pemerintah, termasuk didalamnya adalah pembangunan (BPK, 2020). Akibatnya pinjaman luar negeri atau hutang kerap menjadi alternatif mengatasi keterbatasan fiskal.
Kenyataan ini seakan membangkitkan kembali akan relevansi peranan negara dalam urusan ekonomi (Kurlantzick, 2016). Terlepas bahwa ihwal peranan negara telah menjadi debat klasik para ekonom dan pemangku kepentingan. Posisi Indonesia sejatinya tidak pada posisi menegasi peran negara maupun menyerahkan sepenuhnya ke mekanisme pasar.
Karenanya lazim tatkala pemerintah turut tampil dalam mengatur kegiatan ekonomi nasional (Milan Babić, 2022). Bahkan dalam kasus Indonesia, pemerintah selalu menjadi ujung tombak penyelamat ekonomi. Pentingnya peranan pemerintah dalam mendorong pertumbuhan ekonomi suatu negara juga diafirmasi oleh para ekonom.
Dalam pandangan Barro (1990) pemerintah dengan berbagai instrumen dan kebijakan fiskal maupun moneter memberikan pengaruh signifikan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi negara jangka panjang. Pada tahap ini China periode Deng Xiaoping hingga Xi Jinping kerap dijadikan model percontohan suksesi reformasi ekonomi nasional dengan tetap mendasarkan pada peran signifikan negara.
Mengacu pada pengalaman empiris negeri ini yang faktanya kesulitan dalam meningkatkan penerimaan pajak, gagasan pembentukan BPN selaku bagian reorganisasi dan tata kelola manajemen di sektor perpajakan dapat membuka ruang-ruang yang lebih partisipatif, baik dalam konteks pengawasan maupun keterlibatan.
Apalagi di dalam debat kelima Pilpres 2019-2024, Prabowo Subianto dengan terang menyampaikan BPN akan berada langsung di bawah Presiden. Dengan kata lain, bila wacana pembentukan BPN ini sampai terealisasi, Prabowo memiliki ruang gerak yang besar di dalam melakukan kontrol dan menggariskan arah kebijakan mengenai peningkatan penerimaan negara.
Resistensi
Rencana Prabowo untuk membentuk BPN, di tengah melandainya tax ratio Indonesia, sepertinya tidak akan berjalan mulus. Kabinet Merah Putih yang dibentuk dan berisikan tokoh seperti Sri Mulyani yang terkenal cukup resisten terhadap ide pembentukan BPN menjadi salah satu faktor rencana tersebut akan tertunda - jika tidak batal - dalam waktu dekat.
Secara historis dan track record Sri Mulyani memang menunjukkan sikap penolakan terhadap gagasan pemisahan Ditjen Pajak dan Ditjen Bea Cukai dari Kemenkeu, melalui pembentukan BPN. Hanya saja resistensi tidak hanya muncul di era Pemerintahan Prabowo, melainkan sudah terpotret semenjak periode pertama rezim Jokowi.
Dalam dokumen RPJMN 2015-2019, semisal, telah ada gagasan terkait dengan lembaga khusus yang langsung di bawah Presiden, dengan koordinasi Menkeu, yang bertugas mengumpulkan pendapatan atau penerimaan negara. Tapi sampai saat ini rencana itu tidak kunjung terealisasi, di mana saat itu Menkeu-nya Sri Mulyani.
Sebagai sosok yang memiliki reputasi internasional, hadirnya Sri Mulyani dalam pemerintahan selalu menuai respons positif pelaku ekonomi dan bisnis. Tetapi langkah kebijakannya, yang oleh beberapa kalangan dipandang cenderung berkiblat pada Amerika, membuat ekonomi nasional semakin terintegrasi ke dalam sistem kapitalisme global.
Integrasi ekonomi Indonesia ke dalam kerangka kapitalisme global pada akhirnya membuat Indonesia kian termarginalkan. Proses marginalisasi ini tidak terlepas dari segenap manfaat dan nilai tambah dari sumber daya yang melimpah tapi terserap ke pusat kapitalisme, seperti Amerika.
Posisi Kaum Muda
Sebagai negara yang merdeka dan berdaulat, bangsa Indonesia dengan tegas dan jelas mempunyai tujuan yang hendak dicapai, sebagaimana digariskan di dalam konstitusi. Dalam upaya mencapai tujuan bernegara, Pemerintah diharapkan dapat mengambil langkah-langkah kebijakan yang membuat negeri ini terus mendekat pada tujuan luhurnya.
Gagasan yang diintrodusir Prabowo terkait pembentukan BPN tentu tidak dapat dilihat secara terpisah dari agenda kebangsaan dan kenegaraan untuk mewujudkan tujuan bernegara. Dari perspektif ini, posisi kaum muda menjadi relevan untuk mengambil peran yang lebih partisipatoris.
Di tengah dinamika pembentukan BPN, posisi kaum muda menjadi mendukung. Sikap ini berangkat dari kondisi objektif akan rendahnya penerimaan negara sehingga diperlukan terobosan guna menjawab tantangan dan persoalan meningkatkan penerimaan negara. Dalam pandangan pemuda, BPN dapat diposisikan sebagai terobosan dan menjadi pintu utama penerimaan negara.
Esensi dukungan pemuda terhadap gagasan pembentukan BPN bukan hanya sebatas urusan meningkatkan penerimaan negara. Lebih dari itu, dukungan tersebut menjadi bagian tidak terpisahkan dari komitmen dan konsistensi dalam mendukung kemandirian negara, di mana pendapatan negara berada dalam kontrol presiden, bukan sebaliknya: proksi dari kekuatan asing!
Kemandirian merupakan pijakan penting negeri ini untuk melindungi diri dari kemungkinan intervensi dan dikte dari pihak-pihak tertentu. Mendukung kemandirian negara tidak berarti memutus ruang kerja sama dan kolaborasi. Sebaliknya, kerja sama dan kolaborasi diletakkan dalam kerangka yang lebih emansipatif, di mana hubungan yang terjalin tidak bersifat dominatif, namun sejajar dan saling menguntungkan.