Permintaan Melonjak, Matcha di Jepang Langka!
Matcha, bubuk teh hijau khas Jepang, kini menjadi salah satu komoditas yang paling dicari di pasar global. Namun, lonjakan permintaan yang drastis selama beberapa bulan terakhir telah menyebabkan kelangkaan matcha di Jepang.
Produsen terkemuka seperti Ippodo Tea bahkan harus menghentikan sementara penjualan beberapa produknya untuk mengatasi keterbatasan pasokan. Lantas, apa penyebab kelangkaan ini, dan bagaimana dampaknya bagi industri matcha Jepang?
Merangkum dari Tokyoweekender pada Selasa (3/12/2024), popularitas matcha terus meningkat, didorong oleh tren global yang menyoroti manfaat kesehatannya.
Media sosial pun berperan besar dalam mendongkrak permintaan ini. Konten-konten bertema “Japan Haul” dan ulasan produk matcha oleh kreator digital kerap menampilkan koleksi bubuk matcha dari merek-merek terkenal di Kyoto dan Tokyo.
Wisatawan membawa pulang koper penuh dengan produk matcha, yang sering kali dijadikan oleh-oleh atau koleksi pribadi. Hal ini turut memperkuat citra matcha sebagai produk premium yang diminati banyak orang di berbagai belahan dunia.
Sayangnya, konsumsi massal seperti ini mulai memunculkan konsekuensi serius. Permintaan yang terus melambung telah melebihi kapasitas produksi, membuat beberapa merek besar seperti Ippodo dan Marukyu Koyamaen kehabisan stok.
Salah satu alasan utama kelangkaan matcha adalah proses produksinya yang rumit dan memakan waktu. Matcha premium dihasilkan dari daun teh terbaik yang hanya dipanen sekali setahun, yaitu pada musim semi (April–Mei). Panen ini disebut first flush dan menghasilkan matcha dengan kualitas dan rasa terbaik.
Meskipun ada panen tambahan di musim panas dan awal musim gugur, daun teh dari periode ini (second flush dan third flush) tidak memiliki kualitas setara dan kurang diminati konsumen. Dengan durasi panen yang terbatas, lonjakan permintaan yang tidak terduga membuat pasokan matcha cepat habis.
Untuk mengatasi kekurangan ini, banyak produsen teh di Jepang mengambil langkah drastis. Beberapa merek membatasi pembelian produk matcha menjadi satu item per pelanggan, sementara lainnya menghentikan sementara penjualan secara daring maupun fisik.
Ippodo Tea, misalnya, mengumumkan pada akhir Oktober bahwa mereka akan menunda penjualan beberapa produk hingga awal 2025. Marukyu Koyamaen juga melakukan hal serupa sambil menaikkan harga produknya.
Kenaikan harga tidak hanya terjadi di Jepang. Di negara-negara seperti Singapura dan Australia, harga matcha meningkat hingga 15. Beberapa pengecer dan kafe bahkan menerapkan pembatasan pembelian untuk mencegah penimbunan atau penjualan kembali.
Kelangkaan matcha ini menjadi tantangan bagi industri teh Jepang, tetapi juga memberikan peluang untuk mengatur ulang strategi produksi dan distribusi. Produsen mungkin perlu berinovasi dalam proses produksi atau mengembangkan varietas matcha baru untuk memenuhi permintaan yang terus meningkat.
Di sisi lain, konsumen diharapkan lebih bijak dalam menggunakan matcha, mengingat proses panjang di balik produksinya. Dengan edukasi yang tepat, kelangkaan ini dapat menjadi momen refleksi untuk menghargai nilai budaya dan kerja keras di balik setiap bubuk matcha.
Permintaan global yang tinggi membuat matcha kini menjadi barang langka di Jepang. Proses produksi yang eksklusif dan waktu panen terbatas menjadi tantangan utama dalam menjaga pasokan. Sementara itu, produsen dan konsumen perlu bekerja sama agar matcha dapat terus dinikmati tanpa mengorbankan keberlanjutan produksinya.
Banyak Permintaan, Matcha di Jepang Langka situasi ini menjadi pengingat bagi pecinta matcha untuk menikmati matcha dengan lebih bijak, menghormati tradisi panjang dan kualitas yang terkandung dalam setiap cangkirnya.