Menyemai Asa Pariwisata dari Kopi Arabika di Desa Tolajuk

Menyemai Asa Pariwisata dari Kopi Arabika di Desa Tolajuk

Gaya Hidup | bandungraya.inews.id | Sabtu, 23 November 2024 - 17:30
share

BANDUNG, iNewsBandungraya.id - Desa Tolajuk, Kecamatan Latimojong, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan, kini menjadi pusat perhatian para ahli dan penggiat pariwisata, khususnya enthusiast kopi. Pasalnya, desa yang terletak di sekitar kawasan Gunung Latimojong ini memiliki potensi besar untuk berkembang menjadi desa wisata berbasis kebun kopi Arabika.

Kopi Arabika yang tumbuh di Desa Tolajuk dikenal dengan keunikan rasa dan aroma yang khas. Hasil tes rasa dari  Balai Penelitian Kopi dan Kakao pada 2023 lalu, menyebut kopi arabika dari Desa Tolajuk memiliki karakteristik ‘flowery-coffee blossom, fruity-lemony, spicy-chili like, star fruit aroma and aftertaste’.

Keunikan rasa itu, menjadikan kopi Tolajuk ini masuk pada kopi kualitas specialty. Produk unggulan kopi ini telah menarik perhatian para penikmat kopi dari berbagai wilayah di Indonesia.

Saat ini, luas lahan kopi di desa ini lebih dari 100 hektar, yang dikelola dengan sistem wanatani (agroforestry) di Desa Tolajuk.
Selain kopi, warga juga menanam cengkeh, jeruk dan mahoni. Keanekaragaman hayati berpadu dengan lanskap pergunungan di Luwu yang masih perawan menciptakan panorama indah yang memanjakan mata.

Keindahan Desa Tolajuk dengan sungai jernih yang mengalir sepanjang tahun, rumah adat, serta keramahan masyarakatnya menjadi pesona tersendiri. Selain itu, desa ini juga menjadi titik awal pendakian Gunung Latimojong, menambah daya tarik bagi wisatawan lokal maupun mancanegara.

 

Derap langkah Desa Tolajuk dalam merintis desa wisata wanatani unggulan tak luput dari dorongan tim peneliti dari  Pusat Pemberdayaan Perdesaan (P2D) ITB, dengan dukungan Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat (DRPM) ITB. Tim peneliti terdiri dari Pathmi Noerhatiini, Dicky Rezady Munaf dan Allis Nurdini, sedangkan asisten riset beranggotakan Gilang Aditya Pratama, Muhammad Alkhadri dan Tsamrotul Jannah.

Kolaborasi ITB dan warga lokal ini mencakup pelatihan tentang standar operasional prosedur (SOP) untuk Good Agriculture Practices (GAP) dan Good Handling Practices (GHP). Edukasi ini bertujuan meningkatkan kualitas budidaya dan pengolahan kopi, yang pada akhirnya akan berdampak pada peningkatan nilai jual produk.

“Kami di sini sangat senang, ternyata tim dari ITB kembali lagi ke sini untuk meneruskan obrolan dulu mengenai desa wisata di Desa Tolajuk ini,” ujar Kepala Desa Tolajuk Baddarudin dalam keterangannya.

Sementara itu, Muktabar, Sekretaris Desa Tolajuk sekaligus petani mengakui jika dahulu pola dan sistem tanam yang dilakukan oleh warga desa masih mengikuti cara tradisional. Posisi Desa Tolajuk yang ‘bak mutiara terpendam’ di kaki bukit Gunung Latimojong belum banyak dilirik oleh pihak luar.

“Kami menanam dari dulu begitu-begitu saja, seperti yang sudah dilakukan sejak lama oleh orang tua,” ujar Muktabar.

“Sulit penyuluh datang ke sini untuk mengajarkan,” sambungnya.

 

Mimpi Desa Tolajuk untuk menjadi desa wisata unggulan, memerlukan kolaborasi dari banyak pihak.Termasuk para petani, aparatur desa, serta Badan Usaha Milik Desa (BUMDes),  sehingga tercipta ekosistem pengelolaan kopi yang profesional.

Diskusi dengan berbagai pihak, termasuk pemerintah kecamatan Latimojong,  Dispusarsip dan Dinas Pariwisata Kabupaten Luwu serta perusahaan tambang PT Masmindo Dwi Area, menjadi tonggak penting dalam perjalanan Tolajuk menjadi desa wisata unggulan.

Camat Latimojong Drs Nur Agam mendukung secara penuh program ini. Ia berharap perencanaan ini bisa diadopsi di desa-desa lainnya di Kecamatan Latimojong.

“Iya masyarakat desa dan pemangku kebijakan harus berjalan beriringan agar segala halnya dapat terealisasikan dengan maksimal,” ujar Tika dari Dinas Pariwisata Kabupaten Luwu.

Sementara itu, masyarakat setempat harus dilibatkan secara aktif dalam setiap tahap pengembangan, mulai dari perencanaan hingga implementasi. Pendekatan yang inklusif ini tidak hanya akan meningkatkan kualitas hidup masyarakat, tetapi juga menciptakan rasa memiliki terhadap program desa wisata.

“Kami sangat mengapresiasi upaya tim ITB yang datang ke desa kami untuk memberikan edukasi dan pendampingan dalam pengelolaan kopi arabika,” ujar tokoh pemuda setempat, Rahmat Lewa.

 

Ia yang juga aktif dalam kelompok pecinta alam Latimojong menilai apa yang dilakukan ITB, tidak hanya soal kopi semata. Tetapi sejalan dengan langkah pelestarian alam dan budaya lokal di Tolajuk.

“Program ini membuka wawasan kami tentang bagaimana potensi desa dapat dikembangkan, tanpa merusak ekosistem,” ujarnya.

Namun, meskipun perda terkait pembentukan desa wisata telah diberlakukan, implementasinya masih menjadi tantangan.
Masyarakat Desa Tolajuk telah lama menantikan realisasi dari kebijakan ini. Dengan data yang menunjukkan potensi besar desa ini, Tolajuk bisa berkembang menjadi desa wisata tahap rintisan,berdasarkan kriteria desa wisata dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI.

“Kami ingin desa ini dikenal luas, tidak hanya karena kopi berkualitasnya tetapi juga karena keindahan alam dan kearifan budaya lokalnya,” ujar Rahmat, dan juga penggiat kemajuan Kabupaten Luwu lainnya seperti pengelola berita online “Poros Celebes”.

“Semoga kolaborasi ini berlanjut, sehingga kami, masyarakat muda Desa Tolajuk, dapat terus belajar dan berkontribusi lebih banyak dalam menjaga dan mengembangkan warisan alam serta budaya kami,” katanya melanjutkan.

Topik Menarik