Klaten Etno Jazz Sawah, Lestari Kedaulatan Air dan Pangan lewat Musik
JAKARTA - Klaten Etno Jazz Sawah memberi suguhan musik yang berbeda. Ya, ini karena acaranya dihelat di tengah sawah dan mata air bening di lingkungan Umbul Besuki, Desa Ponggok Polanharjo Klaten.
Harmoni musik etno dan jazz mengalun selaras dengan alam. Melalui rangkaian acara Klaten Etno Jazz 2024, penonton diajak untuk merenungi pentingnya menjaga alam, di mana air bukan hanya sekadar sumber kehidupan, juga simbol ketahanan yang harus dilestarikan. Pada perhelatan Klaten Etno Jazz Sawah 2024, penampilan-penampilan dari berbagai kelompok musik Jazz Indonesia dilakukan di panggung yang dikelilingi sawah, tanpa background artificial hanya dengan desain panggung yang natural dengan ranting pohon terabaikan yang tertata secara artistik.
Desain panggung yang tertata dengan natural simbolik dengan bagaimana Klaten Etno Jazz Sawah 2024 ingin mendekatkan jazz dengan khalayak rural pedesaan. Etno jazz sendiri sebagai genre sekarang posisinya mutakhir dalam domain music jazz di depan masyarakat jazz secara umum, dan jazz di wilayah pedesaan semakin jelas. Acara ini merupakan kolaborasi Komunitas Petani Muda Klaten, WartaJazz, Desa Wisata Ponggok, Seroja Indonesia bersama aqua yang didukung Kementrian Kebudayaan dan Pemerintah Kabupaten Klaten. Event ini diawali prosesi drumband dari siswa-siswi SDN Ponggok, dilanjutkan lantunan harmoni merdu dari nyanyian dan permainan Gejog Lesung Sekar Melati, dari Desa Cawas, Klaten yang menampilkan lagu-lagu karangan Ki Narto Sabdo.
Kelompok ini kelihatan sekali cukup berpengalaman dalam mengolah lesung sebagai musik. Pada mulanya, lesung dipakai untuk menumbuk padi setelah di panen dari sawah untuk diproses menjadi beras. Kini lesung menjadi ensemble Gejog Lesung yang memukau publik. Di lagu terakhir, mereka berkolaborasi dengan musisi sekaligus komposer Memet Chairul Slamet yang karya-karya eksperimentalnya sudah melalang buana pada perhelatan-perhelatan musik baik di dalam maupun luar negeri. Gejok Lesung Sekar Melati yang identik dengan musik kesuburan dan Musik Air by Memet Chairul Slamet menjadi tanda penting event ini. Keduanya adalah simbologi kedaulatan dan ketahanan pangan. Respon air dengan pendekatan musik yang cukup kontemporer, disisi lain Gejog Lesung adalah representasi rasa syukur petani atas kelimpahan kesuburan tanah. Klaten Etno Jazz Sawah 2024 dilanjutkan dengan ucapan selamat datang dan kata sambutan dari Tuan Rumah, Kepala Desa Ponggok Junaedhi Mulyono dirangkai sepatah kata dari inisiator Klaten Etno Jazz Sawah Agus Setiawan Basuni sebagai inisiator event.
Masih dalam sesi yang sama, Perwakilan dari musisi penampil Klaten Etno Jazz sawah 2024 menerima merchandise unik berupa beras Rojolele Srinuk yang disampaikan kepada Purwanto (Vertigong), Memet (Musik Air), Mukhlis Anton (Smara Tantra), Ucok Vippucang (Fjazz Surabaya mewakili Komunitas Jazz Indonesia), Harly Yoga Prdana (Keroncong Jazz Lastarya) didampingi Yusuf Murdani dari Komunitas Petani Muda Klaten dan Rama Zakaria. Merchandise beras tersebut juga dapat dibeli oleh penonton yang hadir di Klaten Etno Jazz 2024. Setelah itu seremoni pembukaan secara resmi dilakukan dengan memukul kentongan dari bambu dengan irama tak beraturan namun membentuk harmoni bunyi Ada Keroncong Jazz Lastarya dari kota Yogyakarta menampilkan perpaduan harmoni nuansa keroncong dan jazz, melakukan eksplorasi karya-karya musik seperti “Cheek to Cheek, Donna Lee” hingga “Caravan” atau “Keroncong Tanah Airku”. Puncaknya adalah penampilan Trie Utami, musisi berpengaruh di Indonesia, di mana penyanyi dan komposer yang sudah berkarier hampir empat dekade ini dikenal sebagai vokalis grup Jazz legendaris Indonesia, Krakatau ini tampil bersama Vertigong.
Trie Utami melantunkan lagu hitnya “Sekitar Kita” sambil mengajak penonton untuk saling bertegur sapa dengan kanan dan kirinya.