Kisah Panembahan Senopati, Raja Mataram yang Menggelar Pesta Miras Bersama Wanita-wanita Cantik
Berbagai siasat dilakukan Panembahan Senopati, untuk melawan Kerajaan Pajang. Pendiri Kerajaan Mataram Islam ini, juga tak segan menggelar pesta minuman keras (Miras) bersama wanita-wanita cantik, untuk memuluskan rencananya melawan Kerajaan Pajang.
Pesta miras bersama wanita-wanita cantik tersebut, digelar Panembahan Senopati, saat melakukan pengadangan terhadap para pejabat istana dan menteri dari Kerajaan Pajang, saat tiba di Mataram.
Para pejabat istana dan menteri tersebut, sebenarnya ditugasi Raja Pajang untuk menarik pajak dan upeti ke daerah-daerah bawahannya. Pengadangan terhadap pejabat dan menteri penarik pajak ini, dikisahkan Peri Mardiyono, dalam bukunya yang berjudul "Tuah Bumi Mataram: Dari Panembahan Senopati Hingga Amangkurat II".
Pengadangan dilakukan Panembahan Senopati, saat para pejabat dan menteri Kerajaan Pajang tersebut datang dari daerah Kedu, dan Bagelen, hendak menuju pusat Kerajaan Pajang untuk mengantarkan upeti.
Untuk menuju pusat Kerajaan Pajang, para menteri dan pejabat pajak itu harus melewati wilayah Mataram. Di situlah siasat dilakukan oleh Panembahan Senopati. Para menteri itu dihentikan, dan diajak ke rumahnya.
Saat berada di rumah Panembahan Senopati, para menteri dan pejabat pajak dari Kerajaan Pajang, dijamu dengan istimewa. Mereka diajak berpesta pora, dengan makan-makanan enak, dan miras. Para wanita dan selir cantik juga disuruh untuk menghibur para menteri itu.
Untuk meluluhkan hati para menteri, Panembahan Senopati menganggap mereka saudara Mataram. Sambutan yang mewah ini, membuat para menteri dari Kerajaan Pajang merasa berutang budi kepada Panembahan Senopati.
Perasaan inilah, yang membuat para menteri berjanji akan membalas kebaikan Panembahan Senopati. Mereka bahkan berjanji akan setia terhadap Mataram. Jika kelak Mataram mendapat serangan dari musuh, mereka dengan seluruh jiwa dan raga siap sedia membantu Mataram.
Mendengar janji setia para menteri dari wilayah Kedu, dan Bagelen itu, Panembahan Senopati langsung bangga. Upayanya untuk menggerogoti kekuasaan Pajang mulai berhasil. Janji itu seolah menjawab doanya kepada Allah SWT, untuk menggeser kekuasan Pajang telah terjawab.
Para menteri itu telah terperdaya oleh politik cerdik Panembahan Senopati. Bahkan, Panembahan Senopati mengatakan, memberikan upeti kepada Mataram tidak jauh beda dengan memberikan ke Pajang. Sebab, jika di Pajang ada raja, begitu pula di Mataram juga ada raja. Janji setia dan ketaatan para menteri itu disambut dengan gegap gempita oleh anak Panembahan Senopati.
Bahkan Panembahan Senopati juga menjanjikan gelar Demang, Rangga, Ngabehi, Tumenggung dan sebagainya kepada para menteri dari Kerajaan Pajang tersebut. Panembahan Senopati mengaku bisa meredam amarah Sultan Hadiwijaya, lantaran ia diberikan kewenangan.
Tetapi perkataan Panembahan Senopati kepada para menteri itu, tidak sepenuhnya benar. Sebab selama sejarahnya Sultan Pajang itu tidak pernah memberikan wewenang itu kepadanya.
Ketika menghadap ke Pajang pasca ayahnya meninggal dunia, Panembahan Senopati hanya diberi gelar oleh Sultan Hadiwijaya, Senopati Ing Alogo Sayyidin Panatagama. Gelar itu diberikan seiring pengangkatannya sebagai pemimpin Mataram. Tetapi Sultan Hadiwijaya tidak memberikan wewenang kepada Panembahan Senopati untuk memberikan beragam gelar tersebut.
Dilansir dari kebudayaan.jogjakota.go.id, pendirian Kerajaan Mataram Islam berawal ketika Sutawijaya, dan Ki Ageng Pamanahan membantu Jaka Tingkir membunuh Aryo Penangsang.
Usai berhasil membunuh Aryo Penangsang, Jaka Tingkir kemudian mendirikan Kerajaan Pajang, dan menghadiahkan tanah Mentaok yang kini disebut Kotagede, Yogyakarta, kepada Ki Ageng Pamanahan dan Sutawijaya.
Awalnya, Mataram Islam hanyalah kadipaten di bawah Kerajaan Pajang, dan dipimpin oleh Ki Ageng Pamanahan. Sutawijaya yang merupakan putera Ki Ageng Pemanahan, akhirnya menyatakan melepaskan diri dari Kerajaan Pajang, dan mendirikan Kerajaan Mataram Islam, pada 1582 Masehi.
Langkah Sutawijaya ini dilakukan, setelah Ki Ageng Pamanahan wafat pada 1575 Masehi. Selain itu, Sutawijaya juga mengangkat dirinya sebagai sultan di Kerajaan Mataram Islam yang didirikannya, dengan gelar Senopati ing Alaga Sayidin Panatagama. Di mana gelar itu menunjukkan berkuasa atas pemerintahhan dan keagamaan. Sementara gelar Senopati, merupakan sebutan untuk panglima perang.
Selama masa kepemimpinan Panembahan Senopati, Kerajaan Mataram Islam mampu tumbuh menjadi kerajaan besar, dan berhasil menguasai daerah Kerajaan Pajang yang sedang dilanda perang saudara.
Panembahan Senopati juga berhasil menyatukan wilayah-wilayah yang melepaskan diri dari Kerajaan Pajang. Daerah yang berhasil ditaklukkannya, yakni Kedu, Bagelen, Pajang, dan Mangiran.
Dia juga memperluas wilayah kekuasaannya hingga ke Blora, Madiun, Pasuruan, dan Ponorogo. Kekuasaan Mataram Islam di bawah Panembahan Senopati, juga mencakup Jepara, Demak, dan Pati.
Masa kepemimpinan Panembahan Senopati di Kerajaan Mataram Islam, berakhir pada tahun 1601 Masehi, karena dia wafat. Jenazahnya dimakamkan di Kotagede, Yogyakarta. Kepemimpinan Mataram Islam, dilanjutkan putra Panembahan Senopati, yakni Mas Jolang dengan gelar Panembahan Hanyokrowati.
(eyt)