Strategi Unifikasi Otto von Bismarck Berhasil Satukan Jerman
Pemisahan Jerman Barat dan Jerman Timur dengan tembok seperti mengingkari perjuangan bangsa itu. Sebelumnya pada abad ke-19 melalui perjuangan selama satu abad, wilayah yang berbahasa Jerman dapat disatukan melalui cara damai termasuk peperangan.
Sebelum seperti sekarang, Jerman dulunya merupakan wilayah yang terpisah-pisah. Dalam penyatuan yang terjadi pada 18 Januari 1871, sempat terjadi ketegangan akibat dari adanya perbedaan religius, linguistik, sosial, dan budaya.
Penyatuan ini didasari oleh sebagian besar wilayah yang bersatu penduduknya berbahasa Jerman. Namun dalam prosesnya unifikasi Jerman membutuhkan waktu hampir satu abad setelah pembubaran Kekaisaran Romawi pada 1806 dan kebangkitan nasionalisme Jerman selama era peperangan Napoleon.
Penyatuan Jerman yang dicita-citakan sejak lama dan dimotori oleh Otto von Bismarck yang memiliki julukan Der Eiserne Kanzler atau Kanselir Besi. Ia memimpin Jerman menuju penyatuan setelah serangkaian pertempuran yang dikenal sebagai Kriege der Deutschen Einigung atau Perang Penyatuan Jerman, menjaga perdamaian di Eropa selama hampir dua dekade.
Laman The Collector mengisahkan bahwa dari tahun 1860-an hingga 1890-an, Otto von Bismarck mempengaruhi politik Eropa sebagai negarawan dan diplomat Prusia. Dia dengan terampil mencapai unifikasi Jerman pada 1871 mengikuti kebijakan aliansi dan peperangan. Strateginya mengandalkan real politik, kombinasi alat diplomatik dan politik berdasarkan keadaan tertentu daripada norma moral dan etika.
Ia mengadopsi pendekatan filosofis realisme dan pragmatisme dengan tujuan utama untuk mengejar kepentingan vital negara. Bismarck berhasil mempertahankan posisi terdepan Jerman di Eropa dan menjaga perdamaian hingga pengunduran dirinya pada 1890.
Pada September 1862, Otto Von Bismarck menjadi perdana menteri dan menteri luar negeri Prusia. Pendekatan Bismarck termasuk memfasilitasi supremasi Prusia di arena internasional di setiap kesempatan. Ketika itu entitas ini dianggap yang terlemah di antara kekuatan Eropa saat itu.
Diplomasi tentang supremasi Prusi bertujuan utama unifikasi Jerman. Bismarck memegang banyak kepercayaan substantif yang berhubungan dengan paradigma realisme teoretis. Mengikuti teori realis, dia percaya bahwa kekuasaan adalah elemen terpenting dalam urusan internasional.
Dalam pidato pengukuhannya sebagai menteri-presiden Prusia, Bismarck dengan terkenal menyatakan bahwa unifikasi Jerman yang seperti dilakukan pada 1848 dan 1849 diselesaikan dengan pidato dan keputusan mayoritas. Baginya itu kesalahan besar, karena seharusnya dengan dengan pengorbanan darah dan tangan besi.
Sebagai bagian dari real politik Bismarck pada 1860-an, ia mengalahkan musuh utamanya, yang mengakibatkan tiga konflik bersenjata Prusia melawan Denmark, Austria, dan Prancis. Selama berabad-abad, Jerman adalah pemukim utama Schleswig dan Holstein, yang diperintah oleh raja Denmark.
Krisis telah terbukti sejak 1848 antara penduduk Denmark dan Jerman yang tinggal di Schleswig dan Holstein keduanya bersatu dengan Denmark. Namun, meski Schleswig memiliki populasi Jerman yang besar, Holstein adalah anggota Konfederasi Jerman. Upaya konstitusional yang disarankan untuk mengatasi masalah Schleswig-Holstein hasilnya tidak dapat menyelesaikan perselisihan tersebut.
Akhirnya, ketika Otto von Bismarck diangkat sebagai Perdana Menteri Prusia, dia menggunakan krisis untuk memajukan tujuan kebijakan luar negeri Prusia. Untuk mencapai supremasi atas Austria, ia menandatangani aliansi pada 1864 yang merupakan langkah yang tidak biasa. Ia memastikan kepentingan Jerman dilindungi oleh Prusia dan Austria, bukan oleh Konfederasi Jerman.
Lalu sebuah ultimatum ditujukan ke Denmark pada 1864 yang meminta penarikan konstitusi atau aksi militer. Denmark menolak ultimatum tersebut. Tentara Austro-Prusia menyerang Schleswig pada 1 Februari 1864, mengabaikan pasukan federal di Holstein. Setelah dua pengepungan, tentara Prusia merayakan kemenangan yang menentukan pada 18 April 1864, ketika merebut benteng Denmark di Dybbol.
Hegemoni Prusia
Perang Prusia-Denmark memfasilitasi disintegrasi Prusia dari kebijakan federal. Selain menguasai Schleswig, Otto von Bismarck mendapat dukungan dari kekuatan nasionalis parlemen di tingkat nasional. Namun, Konferensi Perdamaian Gastein tampaknya berumur pendek, karena Austria dan Prusia terlibat dalam perang teritorial selama tujuh pekan tidak lama setelah kekalahan Denmark.
Aspirasi politik Otto von Bismarck berikutnya dalam perjalanan menuju unifikasi Jerman adalah menjauhkan Austria dari Konfederasi Jerman dan memperoleh dominasi penuh di bagian utara. Tujuan Otto von Bismarck sesaat sebelum perang adalah untuk menjaga agar Inggris, Prancis, dan Russia tetap netral jika terjadi konflik bersenjata antara Prusia dan Austria.
Saat itu, Inggris lebih mementingkan kekuatan Austria dan tidak mau berperang. Prancis memilih untuk menguras tenaga dua rival geopolitik tersebut. Russia bahkan melihat sekutu di Prusia melawan Polandia. Maka, niat Bismarck untuk membangun hegemoni Prusia di Jerman Utara mulai terwujud.
Pada 1866, perebutan kekuasaan antara Prusia dan Austria mencapai tingkat maksimumnya, menghasilkan perang tujuh pekan yang disebut sebagai Perang Austro-Prusia. Dalih utamanya adalah perselisihan antara Prusia dan Austria atas bentuk kendali Schleswig dan Holstein, yang mereka peroleh kembali pada 1864 dari Denmark.
Permusuhan meletus ketika Otto von Bismarck mengusulkan untuk menghapuskan Konfederasi Jerman setelah mendapatkan netralitas Prancis dan membuat aliansi militer dengan Italia. Kepentingan Italia adalah mendapatkan kembali Venesia dari Austria, sementara Austria berhasil membentuk aliansi terpisah dengan negara bagian Jerman selatan yang mengkhawatirkan hegemoni Prusia.
Pada Juni 1866, perang pecah. Prusia memiliki keunggulan dalam hal tentara yang dimodernisasi dan dukungan Italia yang menghasilkan kemenangannya atas Austria. Perang antara kedua kekuatan secara resmi berakhir pada 23 Agustus 1866 dengan penandatanganan Perjanjian Praha. Isinya menugaskan Schleswig-Holstein berada di tangan Prusia dan juga memberi mereka kendali atas wilayah Jerman yang telah memisahkan bagian timur dan barat negara Prusia. .
Setelah perang, Bismarck merundingkan perdamaian dengan Austria untuk mempertahankannya sebagai sekutu Prusia. Kemenangan Prusia memungkinkan Bismarck untuk mengecualikan Austria dari urusan federasi dengan membentuk Konfederasi Jerman Utara pada 1867. Ini merupakan awal dari pembentukan Jerman sebagai kekuatan Eropa baru yang kuat. hay/I-1
Menjaga Hubungan dengan Kekuatan Besar
Dalam memperluas wilayah Prusia dan setelah pendirian Kekaisaran Jerman, Otto von Bismarck tetap mengandalkan real politik, kombinasi alat diplomatik dan politik berdasarkan keadaan tertentu. Alih-alih berbagi norma moral dan etika, ia mengadopsi pendekatan filosofis realisme dan pragmatisme dengan tujuan utama untuk mengejar kepentingan vital negara.
Begitu Kekaisaran Jerman didirikan pada 18 Januari 1871, Otto von Bismarck dengan terampil menjalankan kebijakan mempertahankan dominasi dan mencegah konflik bersenjata skala besar di Eropa. Untuk tujuan ini, ia menavigasi dengan prinsip-prinsip menjauhkan Prancis untuk menghindari revanchisme atau balas dendam Prancis. Tujuan kedua adalah menjaga hubungan baik dan membentuk aliansi dengan Austria dan Russia, dua kekuatan besar lainnya.
Namun mencapai hubungan Austro-Rusia yang bersahabat adalah tugas yang sulit. Melemahnya Kesultanan Utsmaniyah dipandang sebagai peluang untuk memperluas pengaruh mereka di Balkan. Pada 1878, Russia menguasai Bulgaria melalui Perjanjian San Stefano tetapi kalah lagi setelah Kongres Berlin.
Kongres Berlin yang sama memberi kedaulatan Austria atas Bosnia dan Herzegovina. Karena perbedaan substansial antara perjanjian San Stefano dan Berlin, Bismarck terpaksa melakukan manuver lain untuk menjaga agar Rusia tetap berada di pihaknya.
Jadi, pada 7 Oktober 1879, Aliansi Ganda dibentuk antara Austria-Hongaria dan Jerman, mengklaim bahwa kedua negara netral dalam perang satu sama lain kecuali Russia adalah agresornya. Russia merasa terisolasi, dan pakta baru Dreikaiserbund, dibentuk pada 1881 antara Russia, Jerman, dan Austria. Bismarck berharap pakta itu menjaga Russia dan Austria tetap bersahabat.
Sementara itu Balkan Barat akan dikuasai Austria, sementara Russia akan mendominasi bagian timur. Dari 1885 hingga 1887, krisis Bulgaria kembali membuat tegang hubungan antara Austria dan Russia. Pakta Dreikaiserbund berakhir pada 1887, ketika Russia menyatakan bahwa tidak ada lagi perjanjian yang akan ditandatangani dengan Austria.
Bismarck menegosiasikan mahakarya diplomatik terakhirnya dengan Russia, sebuah perjanjian reasuransi yang menyatakan netralitas jika terjadi konflik dengan kekuatan ketiga, membuat kemitraan Russia dengan Prancis tidak dapat dipertahankan.
Selama tahun-tahun Bismarck berkuasa sebagai Kanselir Jerman, tidak ada perang besar di Eropa. Namun, seperti yang diperlihatkan antara 1864-1870, dia banyak menggunakan perang untuk memajukan kepentingan politik Prusia. Sebaliknya, perdamaian dua dekade dihasilkan dari real politik Bismarck.
Jerman yang baru berdiri dan bersatu membutuhkan perdamaian untuk maju secara ekonomi, dan ekspansi lebih lanjut berarti konfrontasi dengan kekuatan besar lainnya. Upaya diplomatik Bismarck untuk menenangkan Austria dan Russia, serta kemampuannya menarik kedua negara ini ke dalam aliansi pertahanan dengan Jerman, menjamin bahwa Prancis akan tetap terisolasi.
Otto von Bismarck mengundurkan diri sebagai Kanselir pada 18 Maret 1890, karena perselisihan dengan raja muda Wilhelm II. Setelah pengunduran diri Bismarck, blok Timur runtuh, Prancis terus menguat, sementara Russia mengambil tindakan independen di Balkan, dan akhirnya Perang Dunia I meletus. hay/I-1