Jejak Kelam Korupsi di Indonesia dari Zaman Daendels hingga Sekarang

Jejak Kelam Korupsi di Indonesia dari Zaman Daendels hingga Sekarang

Berita Utama | netralnews.com | Sabtu, 24 September 2022 - 08:36
share

JEMBER, NETRALNEWS.COM - Korupsi merupakan salah satu tindak pidana yang frekuensi data tiap tahunnya pasti selalu ada, Berdasarkan data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), terdapat 1.261 kasus korupsi yang terjadi sepanjang 2004 hingga 3 Januari 2022.

Pada tahun ini misalnya, kasus korupsi yang dilakukan oleh Rektor UNILA saat penerimaan mahasiswa baru jalur mandiri telah mencontreng nama baik perguruan tinggi di Indonesia.

Perlu diketahui bahwa Negara Indonesia sejak tahun 2002 dalam Undang-Undang No.30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) mengklasifikasikan tindak pidana korupsi sebagai kejahatan luar biasa ( extra ordinary crimes ). Meskipun telah diklasifikasikan demikian, perilaku korupsi ini macam sambal yang tidak menimbulkan efek jera.

Menilik secara historis permasalahan korupsi di Indonesia, permasalahan tersebut sudah ada dan terus mengakar hingga sekarang yang tentunya menggerus moral, etika, dan kepribadian bangsa.

Salah satu isu terkini dan banyak diperbincangkan oleh semua kalangan dari mulai sejarawan hingga masyarakat pada umumnya, terlebih isu ini bertentangan dengan apa yang dipelajari ketika menempuh bangku pendidikan sekolah menengah. Isu tersebut yakni pemberian upah kepada para pekerja pembangunan Jalan Anyer-Panarukan pada masa kekuasaan Gubernur Jenderal Willem Daendels di Hindia Belanda. Apakah benar?

Di dalam apa yang dipelajari pada saat menempuh pendidikan sekolah menengah dijelaskan bahwa apa yang dilakukan oleh Gubernur Jenderal Willem Daendels dalam membangun jalan Anyer-Panarukan. Ia menerapkan sistem kerja paksa pada pribumi saat itu, tetapi pada faktanya Gubernur Jenderal Willem Daendels memberikan anggaran untuk membayar para pekerja pribumi.

Pernyataan tersebut diperkuat dengan pernyataan dari berbagai sumber, salah satunya sejarawan dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Asvi Warman Adam. Dia mengatakan soal proses pembangunan Jalan Raya Pos era Daendels ini sudah diteliti oleh sejarawan Djoko Marihandono.

Dia mengatakan bahwa para pekerja Jalan Raya Pos dibayar oleh pemerintah Daendels. Namun, soal nilai uang yang dikorupsi oleh para bupati pribumi, tidak tak tahu pasti.

Selain itu, terdapat juga pendapat yang dinyatakan oleh sejarawan Peter Carey bahwa memang ada anggaran yang digelontorkan oleh Daendels untuk pembangunan Jalan Raya tersebut. Beberapa pernyataan para sejarawan tersebut didasarkan pada beberapa arsip prancis dan Belanda.

Para pekerja dibayar oleh pemerintah, tetapi uang upah dari Daendels diberikan lewat penguasa lokal dalam hal ini para bupati. Itulah kenapa uang tersebut tidak diterima secara langsung oleh para pekerja, yang kemudian berdampak pada gugurnya banyak pekerja yang menambah isu kerja paksa semakin mencuat.

Contoh konkritnya adalah di daerah Jawa Tengah, yang dilakukan sistem upah. Daendels memerintahkan para bupati menyiapkan tenaga kerja dengan bayaran masing-masing 10 sen ditambah beras dan jatah garam setiap minggu. Tetapi ironisnya, catatan pembayaran dari bupati ke para pekerja tidak pernah ada, baik dalam arsip sejarah Indonesia, Belanda, maupun Perancis.

Terlepas dari berbagai problematika dan isu mengenai kontroversi pembangunan Jalan Raya Anyer-Panarukan yang dipengaruhi oleh berbagai kepentingan, penulis dalam hal ini tidak menutup fakta bahwasanya dalam proses pembangunan jalan raya tersebut menimbulkan banyak korban jiwa.

Akan Tetapi, yang menjadi sorotan penulis terkait hal ini adalah perilaku korupsi yang dilakukan oleh para bupati pribumi. Dalam kasus tersebut seakan-akan tidak mengenal situasi dan kondisi yang terjadi dan lebih mementingkan hasratnya untuk melakukan perbuatan korupsi yang didorong karena kekuasaannya.

Setelah melihat dari sisi historis terkait perilaku korupsi yang telah ada sejak zaman penjajahan, ironisnya perilaku tersebut masih menjadi problematika mendasar hingga saat ini, serta tentunya perilaku tersebut berimplikasi terhadap banyak hal yang merugikan.

Ini menjadi bahan pembelajaran bagi para Milenial untuk cerdas dalam menginterpretasi suatu peristiwa sejarah karena akan berdampak untuk menentukan suatu sudut pandang bangsa berdasar pada rasa kritis dan skeptis mengenai permasalahan yang terjadi.

Perilaku korupsi di Indonesia sudah terbukti berulang. Dengan melihat sisi historis tersebut, korupsi merupakan permasalahan yang berkutat dan tidak pernah selesai seperti lingkaran setan yang tak berujung.

Permasalahan tersebut diakibatkan dari berbagai sisi dimulai dari struktural hingga etika moral. Generasi muda bangsa Indonesia para Milenial dan Generasi Z jangan sampai ternodai oleh Adab kotor seekor koruptor dan harus berupaya cerdas dengan memutus lingkaran setan tersebut.

Upaya yang bisa dilakukan salah satunya adalah meretas sejarah melalui kepenulisan untuk menumbuhkan rasa kritis, skeptis, dan analitis yang bermanfaat sebagai landasan dasar dalam bertindak di masyarakat.

Penulis : Aufa Dhiya Ulhaq

Topik Menarik