Mengenal Perbedaan Mahkamah Agung dan Kejaksaan Agung
JAKARTA Perbedaan Mahkamah Agung dan Kejaksaan Agung perlu diketahui meski keduanya sama-sama sebagai penegak hukum di Indonesia. Kantor Mahkamah Agung (MA) berada di Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat.
Sedangkan Kantor Kejaksaan Agung (Kejagung) di Jalan Sultan Hasanuddin, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. MA merupakan salah satu lembaga yudikatif selain Mahkamah Konstitusi (MK) dan Komisi Yudisial (KY).
Sedangkan Kejagung merupakan bagian dari lembaga eksekutif. Nah, lebih lengkap tentang perbedaan MA dan Kejagung ada di ulasan berikut ini.
Baca: MA Umumkan 8 Hakim Ad Hoc untuk Pengadilan HAM Berat, Ini Nama-namanya
1. Mahkamah Agung Salah satu lembaga yudikatif ini memiliki berbagai fungsi. Pertama, fungsi peradilan. MA sebagai pengadilan negara tertinggi merupakan pengadilan kasasi yang bertugas membina keseragaman dalam penerapan hukum melalui putusan kasasi dan peninjauan kembali menjaga agar semua hukum dan undang-undang di seluruh wilayah negara ini diterapkan secara adil, tepat, dan benar.
Dilansir dari situs resminya, MA juga memiliki kewenangan untuk memeriksa dan memutuskan pada tingkat pertama dan terakhir, semua sengketa tentang kewenangan mengadili. Kemudian, memeriksa dan memutuskan permohonan peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap,
Selanjutnya, memiliki kewenangan untuk memeriksa dan memutuskan semua sengketa yang timbul karena perampasan kapal asing dan muatannya oleh kapal perang Republik Indonesia berdasarkan peraturan yang berlaku.
MA juga memiliki kewenangan untuk menguji atau menilai secara materiil peraturan perundangan di bawah Undang-Undang tentang hal apakah suatu peraturan ditinjau dari isinya (materinya) bertentangan dengan peraturan dari tingkat yang lebih tinggi.
Kedua, fungsi pengawasan. MA juga memiliki kewenangan melakukan pengawasan tertinggi terhadap jalannya peradilan di semua lingkungan peradilan agar peradilan yang dilakukan pengadilan-pengadilan diselenggarakan dengan seksama dan wajar dengan berpedoman pada asas peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan, tanpa mengurangi kebebasan hakim dalam memeriksa dan memutuskan perkara.
MA pun punya kewenangan melakukan pengawasan terhadap pekerjaan pengadilan dan tingkah laku para hakim dan perbuatan pejabat pengadilan dalam menjalankan tugas yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas pokok kekuasaan kehakiman, yakni dalam hal menerima, memeriksa, mengadili, dan menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya, dan meminta keterangan tentang hal-hal yang bersangkutan dengan teknis peradilan serta memberi peringatan, teguran, dan petunjuk yang diperlukan tanpa mengurangi kebebasan hakim.
Selain itu, berwenang mengawasi penasihat hukum dan notaris sepanjang yang menyangkut peradilan.
Ketiga, fungsi mengatur. Lembaga ini juga dapat mengatur lebih lanjut hal-hal yang diperlukan bagi kelancaran penyelenggaraan peradilan apabila terdapat hal-hal yang belum cukup diatur dalam Undang-Undang tentang Mahkamah Agung sebagai pelengkap untuk mengisi kekurangan atau kekosongan hukum yang diperlukan bagi kelancaran penyelenggaraan peradilan.
MA dapat membuat peraturan acara sendiri bilamana dianggap perlu untuk mencukupi hukum acara yang sudah diatur Undang-Undang.
Keempat, fungsi nasihat. Lembaga ini dapat memberikan nasihat-nasihat atau pertimbangan-pertimbangan dalam bidang hukum kepada lembaga tinggi negara lain.
MA juga memberikan nasihat kepada Presiden selaku Kepala Negara dalam rangka pemberian atau penolakan grasi. MA diberikan kewenangan untuk memberikan pertimbangan kepada Presiden selaku Kepala Negara selain grasi juga rehabilitasi.
Namun demikian, dalam memberikan pertimbangan hukum mengenai rehabilitasi sampai saat ini belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur pelaksanaannya. Selanjutnya, MA berwenang meminta keterangan dari dan memberi petunjuk kepada pengadilan di semua lingkungan peradilan dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 25 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman.
Kelima, fungsi administratif. Badan-badan peradilan yakni peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, dan peradilan tata usaha negara sebagaimana dimaksud Pasal 10 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 secara organisatoris, administratif, dan finansial sampai saat ini masih berada di bawah departemen yang bersangkutan, walaupun menurut Pasal 11 (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999 sudah dialihkan di bawah kekuasaan Mahkamah Agung.
Di samping itu, MA berwenang mengatur tugas serta tanggung jawab, susunan organisasi, dan tata kerja kepaniteraan pengadilan.
Keenam, fungsi lain-lain. MA dapat diserahi tugas dan kewenangan lain berdasarkan undang-undang. Lambang MA terdiri dari perisai berbentuk bulat telur.
Terdapat, lima garis yang melingkar pada sisi luar lambang menggambarkan lima sila dari Pancasila. Kemudian, terdapat tulisan Mahkamah Agung yang melingkar di atas sebatas garis lengkung perisai bagian atas menunjukkan badan, lembaga pengguna lambang tersebut.
Selain itu, ada juga lukisan cakra, perisai Pancasila, untaian bunga melati, dan tulisan Dharmmayukti di dalamnya.
2. Kejaksaan Agung Kejagung adalah lembaga negara yang melaksanakan kekuasaan negara, khususnya di bidang penuntutan. Lembaga ini dipimpin oleh Jaksa Agung yang dipilih oleh dan bertanggung jawab kepada Presiden.
Dilansir dari situs Kejaksaan, Kejagung, Kejaksaan Tinggi, dan Kejaksaan Negeri merupakan kekuasaan negara khususnya di bidang penuntutan, semuanya merupakan satu kesatuan yang utuh yang tidak dapat dipisahkan. Kejaksaan sebagai salah satu lembaga penegak hukum dituntut untuk lebih berperan dalam menegakkan supremasi hukum, perlindungan kepentingan umum, penegakan hak asasi manusia, serta pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Lembaga ini dalam melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan harus melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenangnya secara merdeka, terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh kekuasaan lainnya.
Kejaksaan dipimpin oleh Jaksa Agung yang membawahi enam Jaksa Agung Muda, satu Kepala Badan Diklat Kejaksaan RI serta 32 Kepala Kejaksaan Tinggi pada tiap provinsi.
Selain itu, Kejaksaan berada pada posisi sentral dengan peran strategis dalam pemantapan ketahanan bangsa. Karena Kejaksaan berada di poros dan menjadi filter antara proses penyidikan dan proses pemeriksaan di persidangan serta sebagai pelaksana penetapan dan keputusan pengadilan.
Sehingga, lembaga Kejaksaan sebagai pengendali proses perkara (Dominus Litis), karena hanya institusi Kejaksaan yang dapat menentukan apakah suatu kasus dapat diajukan ke pengadilan atau tidak berdasarkan alat bukti yang sah menurut hukum acara pidana.
Kejaksaan juga merupakan satu-satunya instansi pelaksana putusan pidana (executive ambtenaar). Selain berperan dalam perkara pidana, Kejaksaan juga memiliki peran lain dalam hukum perdata dan tata usaha negara, yaitu dapat mewakili lemerintah dalam perkara perdata dan tata usaha negara sebagai Jaksa Pengacara Negara.
Jaksa sebagai pelaksana kewenangan tersebut diberi wewenang sebagai penuntut umum serta melaksanakan putusan pengadilan, dan wewenang lain berdasarkan Undang-Undang.
Mahkamah Agung itu peradilan tertinggi dari peradilan sengketa di Indonesia yang membawahi pengadilan tinggi (PT) di setiap provinsi, dan sekian ratus pengadilan negeri (PN) di seluruh kabupaten kota di Indonesia. Hakim biasa mengadili tingkat PN, hakim tinggi mengadili tingkat PT, hakim agung mengadili perkara di MA baik kasasi maupun peninjauan kembali (PK), kata Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar kepada SINDOnews, Jumat (29/7/2022).
Dia menambahkan, MA membawahi PN, PT, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Pengadilan Agama, Pengadilan Militer, dan Pengadilan Tinggi Militer. Sedangkan Kejaksaan Agung adalah institusi jaksa penuntut umum yang membawahi Kejaksaan Tinggi di setiap provinsi dan Kejaksaan Negeri di setiap kabupaten/kota. Jaksa itu satu artinya tidak ada perbedaan kedudukan antara jaksa di Kejaksaan Negeri, Kejaksaan Tinggi, maupun Kejaksaan Agung, semuanya penuntut umum, pungkasnya.
(rca)