Kisah Mualaf: Aku Sempat Dimarahi, Bapak Akhirnya Ikhlas
GenPI.co - Perkenalkan namaku Agus Ramadhan. Aku bekerja sebagai cleaning service di sebuah kafe di Kendari, Sulawesi Tenggara.
Saat ini usiaku 22 tahun. Aku ingin menceritakan kisah mualaf yang kualami.
Sebelum memeluk Islam, aku sering bergaul dengan teman-temanku yang mayoritas muslim.
Dua kakak kandungku juga beragama Islam. Hal itulah yang menguatkanku menjadi mualaf.
Bagiku, Islam bukanlah agama yang asing. Aku sudah sangat familier dengan aktivitas mengaji dan salat.
Teman-temanku sering salat dan mengaji di masjid. Aku pun makin tertarik mempelajari Islam.
Aku juga mulai mendalami kajian-kajian dari ustaz. Seiring berjalannya waktu, aku mulai merasa yakin dengan Islam.
Aku pun memberanikan diri mengutarakan keinginan menjadi mualaf kepada orang tuaku.
Pada awalnya, bapak kaget. Beliau juga sempat marah. Bapak tidak merestui keinginanku.
Namun, bapak akhirnya mengikhlaskan keputusanku. Beliau menganggap aku sudah dewasa.
Menurut bapak, aku boleh memilih apa pun yang menjadi keyakinanku. Niatku pun kian besar.
Aku akhirnya mengucapkan dua kalimat syahadat di salah satu masjid di Kendari beberapa waktu lalu.
Aku berharap bisa mengenal Islam lebih dalam lagi dan istikamah di jalan Allah.
(Kisah mualaf seperti yang dituturkan Agus Ramadhan kepada GenPI.co Sultra)
Heboh..! Coba simak video ini: