Dampak Ekonomi dan Masyarakat jika PPN Naik 12 Persen

Dampak Ekonomi dan Masyarakat jika PPN Naik 12 Persen

Ekonomi | surabaya.inews.id | Jum'at, 27 Desember 2024 - 19:00
share

SURABAYA, iNewsSurabaya.id - Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen mulai awal tahun 2025 menjadi salah satu kebijakan fiskal yang paling dinantikan dan diperbincangkan di Indonesia. Kebijakan ini diproyeksikan memberikan dampak luas pada berbagai aspek kehidupan masyarakat, mulai dari kenaikan harga barang dan jasa hingga perubahan pola konsumsi. Artikel ini bertujuan mengulas dampak kenaikan PPN, menganalisis implikasinya, dan mencoba menjawab pertanyaan mendasar: siapa yang diuntungkan dan dirugikan oleh kebijakan ini?

Kenaikan PPN diperkirakan akan paling membebani masyarakat berpenghasilan rendah, yang sebagian besar pengeluarannya dialokasikan untuk kebutuhan pokok. Di sisi lain, kelompok berpenghasilan tinggi dan perusahaan besar cenderung lebih mudah beradaptasi. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) juga rentan tertekan, karena kenaikan biaya produksi dapat menurunkan daya saing mereka di pasar.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2024, kenaikan PPN dari 10 persen menjadi 11 persen pada April 2022 telah menyebabkan penurunan daya beli masyarakat dari 4,93 persen menjadi 4,82 persen pada tahun 2023, atau sebesar 0,11 persen Penurunan ini sejalan dengan penelitian Siahaan (2023) serta Agustina dan Hartono (2022), yang menunjukkan bahwa kenaikan tarif PPN mengurangi daya beli dan konsumsi masyarakat secara keseluruhan.

Di tingkat makro, kenaikan PPN memiliki dua sisi. Di satu sisi, kebijakan ini berpotensi meningkatkan penerimaan negara untuk membiayai pembangunan dan program sosial. Namun, di sisi lain, kenaikan ini juga berisiko menurunkan daya beli masyarakat, memperlambat pertumbuhan ekonomi, dan memicu inflasi. Inflasi yang tidak terkendali dapat memperburuk ekspektasi pasar dan memengaruhi stabilitas ekonomi jangka panjang.

 

Meskipun data menunjukkan adanya tren penurunan tingkat kemiskinan antara tahun 2021 dan 2023, dampaknya tidak merata. Kenaikan PPN sebesar 1 persen lebih signifikan mengurangi kemiskinan di perkotaan dibandingkan pedesaan, dengan selisih penurunan 0,24 persen pada tahun 2023 dibandingkan tahun sebelumnya. Namun, tren ini juga menyoroti adanya tantangan baru, seperti peningkatan kesenjangan sosial akibat penurunan daya beli masyarakat berpenghasilan rendah.

Untuk memitigasi dampak negatif kenaikan PPN, pemerintah perlu mengadopsi langkah-langkah strategis, seperti:

1. Bantuan Sosial yang Tepat Sasaran: Memberikan bantuan kepada kelompok masyarakat yang paling rentan.

2. Subsidi untuk Kebutuhan Pokok: Menjamin akses barang-barang esensial dengan harga terjangkau.

3. Penguatan UMKM: Memberikan kemudahan akses permodalan dan pelatihan kewirausahaan.

4. Pengendalian Inflasi: Berkoordinasi dengan Bank Indonesia untuk menjaga stabilitas harga.

Kenaikan PPN menjadi 12 persen merupakan kebijakan dengan dampak multidimensi. Pemerintah diuntungkan melalui peningkatan penerimaan negara, namun konsumen, khususnya kelompok berpenghasilan rendah, dan UMKM cenderung merasakan dampak negatif. Untuk mengurangi dampak tersebut, dibutuhkan kebijakan pendukung yang holistik dan berorientasi pada pemerataan kesejahteraan.

Dengan evaluasi kebijakan yang berkelanjutan dan langkah mitigasi yang efektif, pemerintah dapat memastikan bahwa kenaikan PPN tidak hanya menjadi sumber pendapatan, tetapi juga alat untuk mencapai tujuan pembangunan yang inklusif.

Penulis : Syahrial Fathur Rozi Darmawan (Mahasiswa Untag)

Topik Menarik