Harga Minyak Mentah Naik 1 Persen Dibayangi Sentimen Suriah dan China

Harga Minyak Mentah Naik 1 Persen Dibayangi Sentimen Suriah dan China

Ekonomi | inews | Selasa, 10 Desember 2024 - 06:35
share

HOUSTON, iNews.id - Harga minyak mentah naik lebih dari 1 persen pada penutupan perdagangan Senin (9/12/2024). Kenaikan tersebut dibayangi risiko geopolitik setelah lengsernya Presiden Suriah Bashar Al Assad dan China yang tengah berupaya melonggarkan kebijakan moneter pertamanya sejak 2010.

Minyak mentah Brent berjangka ditutup naik 1,02 dolar AS atau 1,4 persen ke level 72,14 dolar AS per barel. Sementara, minyak West Texas Intermediate (WTI) AS naik 1,17 dolar AS atau 1,7 persen menjadi 68,37 dolar AS per barel.

"Peristiwa di Suriah selama akhir pekan dapat memengaruhi pasar minyak mentah dan meningkatkan premi risiko geopolitik pada harga minyak dalam beberapa minggu dan bulan mendatang di tengah ketidakstabilan yang lebih besar di kawasan Timur Tengah," ucap Kepala Analisis Geopolitik Rystad Energy, Jorge Leon dikutip dari Reuters, Selasa (10/12/2024).

Pemberontak Suriah mengatakan bahwa mereka telah menggulingkan Assad sekaligus mengakhiri dinasti keluarga selama 50 tahun dan menimbulkan kekhawatiran akan ketidakstabilan yang lebih parah di wilayah yang dilanda perang.

Meskipun Suriah bukan produsen minyak utama, negara itu memiliki pengaruh geopolitik karena lokasinya dan hubungannya dengan Rusia dan Iran. Perubahan rezim tersebut berpotensi meluas ke wilayah tetangga. 

Dalam tanda-tanda awal gangguan di pasar minyak, sebuah kapal tanker yang membawa minyak Iran ke Suriah berbalik arah di Laut Merah, menurut data pelacakan kapal.

Sementara itu, China akan meningkatkan penyesuaian kontra-siklus dengan fokus pada perluasan permintaan domestik dan peningkatan konsumsi, menurut laporan media pemerintah Xinhua, mengutip hasil pertemuan pejabat tinggi Partai Komunis, Politbiro.

Perubahan pada pertumbuhan permintaan di China terjadi karena kemerosotan di pasar properti yang berdampak terhadap kepercayaan dan konsumsi masyarakat. Kebijakan pelonggaran mengacu pada tindakan bank sentral atau pemerintah untuk mendorong pertumbuhan, seperti meningkatkan pasokan uang, menurunkan suku bunga, dan menerapkan stimulus fiskal.

"Kami melihat lonjakan harga komoditas jika Tiongkok benar-benar menepati janji kebijakan moneter yang lebih longgar dan kemungkinan mereka akan melakukan apa pun untuk merangsang ekonomi," ucap Analis Price Futures Group, Phil Flynn. 

Perlambatan permintaan China merupakan faktor di balik keputusan kelompok produsen minyak OPEC+ yang memutuskan menunda rencana peningkatan produksi hingga April 2025 mendatang.

Pedagang juga tetap fokus pada data inflasi AS yang diharapkan dapat memperkuat pemotongan suku bunga Desember oleh Federal Reserve minggu depan. Suku bunga yang lebih rendah menurunkan biaya pinjaman, yang dapat meningkatkan aktivitas ekonomi dan memacu permintaan minyak.

Topik Menarik