Ekonom Beberkan Sederet Tantangan Target Pendapatan Negara di Awal Pemerintahan Prabowo

Ekonom Beberkan Sederet Tantangan Target Pendapatan Negara di Awal Pemerintahan Prabowo

Ekonomi | inews | Minggu, 18 Agustus 2024 - 14:45
share

JAKARTA, iNews.id - Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai banyak tantangan yang tidak mudah dan berdampak pada penerimaan negara sepanjang 2025 atau awal kepemimpinan Presiden terpilih Prabowo Subianto. Pada RAPBN 2025, pendapatan negara tahun depan ditargetkan mencapai Rp2.996,9 triliun.

Researcher, Center of Food, Energy, and Sustainable Development Indef, Dhenny Yuartha menyebut, transisi kepemimpinan memiliki beberapa tantangan, salah satunya sumber pendapatan jangka pendek. Menurutnya, Indonesia saat ini masih tergantung pada sumber pendapatan jangka pendek. 

“Transisi kepemimpinan ke depan itu memiliki beberapa tantangan ya, yang saya capture. Pertama urgensi lepas dari sumber pendapatan jangka pendek, nah ini penting untuk melihat dan menoleh ke belakang lagi biasanya terkait secara historis sampai saat ini kita masih tergantung pada sumber-sumber pendapatan jangka pendek,” kata Dhenny dalam diskusi Publik Indef, Minggu (18/8/2024).

Dia turut menyinggung rencana pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN) di era kepemimpinan Prabowo, yang telah masuk ke dalam dokumen rancangan awal Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2025.

Dalam dokumen rancangan awal RKP 2025, BPN akan memisahkan Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dari Kementerian Keuangan, tujuannya pembentukan lembaga sebagai untuk mendongkrak rasio penerimaan perpajakan. 

“Kedua isu yang paling hot yang kemudian meningkat adalah terkait dengan rencana Badan Penerimaan Negara, jadi coba yang akan kutip beberapa terkait dengan rencana tersebut,” katanya.

Dhenny menjelaskan, fiskal di 2025 memiliki tantangan yang tak mudah. Apalagi di masa kepemimpinan Prabowo-Gibran akan banyak pengeluaran untuk beberapa sektor strategis seperti belanja mandatory, pendidikan, alutsista, pangan, energi, hingga sejumlah program yang bakal menguras isi kantong negara.

Karena itu, ruang fiskal dengan target pendapatan negara sebesar Rp 2.996,9 triliun dipandang tidak cukup luas. 

“Bahwasanya memang di satu sisi fiskal itu memiliki tantangan yang sebenarnya tidak mudah, kalau kita bisa lihat ruang fiskal kita tidak cukup luas begitu ya, kemudian belum lagi belanja mandatory, pendidikan, dan lain-lain sebagaianya, kemudian alokasi untuk alutsista juga masuk di situ,” ucapnya.

"Kemudian berikutnya adalah belanja-belanja rutin ya seperti belanja pegawai, kemudian berikutnya belum lagi belanja utang ya, belanja untuk membayar hutang sehingga sebenarnya tidak cukup lebar ya ruang fiskal kita untuk mengotak-atik program,” tuturnya. 

Atas tantangan tersebut, Dhenny menyebut bahwa pemerintah perlu menempuh beberapa pilihan, seperti meningkatkan penerimaan negara, menekan belanja yang tidak perlu.

“Pertama adalah tentu meningkatkan penerimaan negara dan di satu sisi ketika penerimaan negara tidak cukup tinggi, tidak mesti baik, itu maka resikonya adalah belanja pasti akan ditekan,” katanya.

“Persoalannya kebutuhan belanja kita itu tidak sederhana ya, secara umum saya capture ada tiga ya tantangan utama dari sisi fiskal untuk membiayai belanja tadi, pertama bagaimana desakan-desakan belanja harus berkualitas ya, ada soal isu-isu terkait dengan agenda pembangunan, apakah kesejahteraan sosial, perlindungan sosial, dan agenda lain ya,” ujarnya. 

Topik Menarik