Pemantauan Ekologi Alor, Sebuah Upaya Mengukur Dampak Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan
KALABAHI , iNewsAlor . id - Dalam mendukung tata kelola perikanan dan kelautan di Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur (NTT) , Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Nusa Tenggara Timur melalui Cabang Dinas Kelautan dan Perikanan Wilayah Kabupaten Alor selaku Satuan Unit Organisasi Pengelola (SUOP) Kawasan Konservasi bersama dengan Yayasan WWF Indonesia meluncurkan kegiatan Ekspedisi Monitoring Ekologi Kawasan Konservasi di Peraiaran di Wilayah Kepulauan Alor Provinsi Nusa Tenggara Timur (yang selanjutnya disebut sebagai Taman Perairan Kepulauan Alor).
Pemantauan ini adalah kegiatan rutin yang dilakukan oleh pengelola kawasan konservasi dalam upaya mengukur efektivitas pengelolaan kawasan di mana sebelumnya telah dilakukan di tahun 2014, 2017, dan 2021 dengan dukungan dari Yayasan WWF Indonesia. Pada tahun 2023.
Kegiatan ekspedisi ini sendiri melibatkan tim gabungan dari berbagai institusi, Pemerintah Kabupaten Alor, Satuan Kepolisian Air dan Udara Kepolisian Resor Alor, Pos Angkatan Laut Pulau Alor, Universitas Tribuana Kalabahi, dan Yayasan WWF Indonesia.
Rangkaian Ekspedisi ini dimulai dengan dilakukannya lokakarya protokol pemantauan dan pengambilan data biofisik (ekosistem terumbu karang, lamun dan mangrove) pada tanggal 1 Juni 2023 3 Juni 2023 di Kopdit Lego-Lego Kalabahi, kemudian dilanjutkan dengan pemantauan dan pengambilan data di lapangan pada tanggal 4 Juni 2023 13 Juni 2023 di 48 titik lokasi pengamatan yang tersebar di perairan gugusan kepulauan Alor.
Turut hadir perwakilan dari Coral Reef Rescue Initiative (CRRI) yakni Program global yang didirikan untuk melindungi dan meregenerasi terumbu karang tropis dunia yang terancam untuk kepentingan manusia melalui solusi berbasis alam, yang dipimpin oleh Carol Phua selaku Global Coral Reef Initiative Leader & Global MPA Lead, WWF Oceans Practice. CRRI hadir untuk berbagi pengalaman serta pengetahuan terkait metode pemantauan terkini untuk keberlanjutan ekosistem terumbu karang yang ada di Alor.
Kolaborasi antar lembaga yang selama ini dilakukan dalam pelaksanaan kegiatan sudah sangat baik sebagai upaya mendukung pengelolaan Taman Perairan Kepulauan Alor . Hal ini dapat dibuktikan dari hasil penilaian Evaluasi Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi (EVIKA) di Taman Perairan Kepulauan Alor tahun 2022 dalam status di Kelola Optimum dengan nilai 82,26%, ujar Muhammad Saleh dalam sambutannya.
Lebih lanjut menurut Muhammad Saleh Goro, Dengan hasil evaluasi tersebut maka dirasa perlu untuk melakukan kegiatan monitoring yang bukan hanya dilakukan di ekosistem terumbu karang namun juga pendataan pada ekosistem pesisir lainnya seperti ekosistem mangrove dan ekosistem lamun. Katanya.
Harapannya dengan monitoring yang dilakukan dapat meningkatkan upaya pengelolaan kawasan konservasi dan mengukur dampak pengelolaan terhadap masyarakat dan ekosistem yang ada, lanjut saleh.
Semrntara data yang dikumpulkan juga diharapkan dapat menjadi nilai tambah dalam peningkatan penilain EVIKA di Kabupaten Alor untuk bisa mencapai status emas, yang hanya dibutuhkan point sekitar 2,7% saja. Jelas Saleh
Perairan Kabupaten Alor memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi yang terdiri atas berbagai jenis ikan pelagis maupun demersal, gugusan terumbu karang, hutan bakau dan padang lamun. Bukan hanya itu, Perairan Kabupaten Alor juga merupakan habitat dan jalur migrasi bagi cetacean dan megafauna laut karismatik seperti hiu paus, pari manta, dugong, lumba-lumba, paus serta penyu.
Kekayaan laut tersebut merupakan salah satu hal kritis dalam menunjang kehidupan masyarakat pesisir di Kabupaten Alor. Faktor ekologis dan oseanografi pada perairan ini juga memberikan hal baik pada sektor perikanan tangkap, budidaya, serta pengembangan sektor perekonomian masyarakat pesisir lainnya.
Project Leader for Lesser Sunda Subsescape Yayasan WWF Indonesia, Miko Budi Raharjo menuturkan,Ekspedisi Monitoring Ekologi yang dilakukan tahun ini tidak hanya fokus kepada pengambilan data terumbu karang dan ikan karang saja tetapi juga ekosistem kunci yang lain seperti eksosistem lamun dan mangrove baik yang berada di dalam maupun di luar kawasan konservasi, karanya.
Yayasan WWF Indonesia berharap, dari dukungan ini mampu menghasilkan sebuah rekomendasi kepada pihak pengelola kawasan dan juga stakeholder yang lain dalam mengoptimalkan pengelolaan kawasan sehingga mampu menghasilkan dampak positif bagi masyarakat khususnya di Kabupaten Alor.
Acara lokakarya ditutup oleh Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Nusa Tenggara Timur Wilayah Kabupaten Alor, sekaligus tanda akan dimulainya Ekspedisi Monitoring Ekologi Taman Perairan Kepulauan Alor tahun 2023.