Mengenal Asal Usul Nganjuk dan Sejarahnya
JAKARTA Nganjuk merupakan nama salah satu Kabupaten yang berada di Jawa Timur yang berbatasan dengan Jombang, Bojonegoro, Kediri, Trenggalek, Ponorogo, dan Madiun. Asal usul nama Nganjuk memiliki sejarah tersendiri.
Melansir dari laman Pemkab Nganjuk, sejarah Kabupaten Nganjuk berangkat dari keberadaan Kabupaten Berbek di bawah kepemimpinan Raden Toemenggoeng Sosrokoesoemo (I) atau yang lebih dikenal dengan nama Kanjeng Jimat.
Kabupaten Berbek ini sempat terpecah menjadi dua sekitar tahun 1811, oleh Sultan Hamengkubuwana II dari Kesultanan Yogyakarta.
Akibat peristiwa tersebut lahirlah wilayah baru bernama Kabupaten Godean yang kemudian dipimpin oleh putra Kanjeng Jimat yakni Raden Mas Toemenggoeng Sosronegoro II.
Setelah Kanjeng Jimat meninggal, kepemimpinan di Kabupaten Berbek kemudian dipegang oleh adiknya yang bernama Kanjeng Raden Toemenggoeng Sosrodirdjo pada tahun 1832 sampai 1843.
Pada masa ini juga sempat terjadi perlawanan Kiai Panoppo Ngliman Guru Agung keturunan Sunan Giri akibat dikenakannya pajak oleh Pemerintah Belanda.
Kemudian pada masa pemerintahan Kanjeng Raden Toemenggoeng Sosrokoesoemo (II) yang merupakan anak dari Sosrodirdjo di tahun 1844 dicabutlah Kabupaten Godean dan secara resmi tergabung ke dalam Kabupaten Berbek.
Pada saat itu Godean juga telah berubah statusnya dari kabupaten menjadi distrik. Bersamaan dengan Distrik Siwalan dan Distrik Berbek menjadi bagian dari wilayah Kabupaten Berbek.
Menurut Akte Komisaris Daerah-daerah Kraton yang telah diambil alih tanggal 16 Juni 1831, bahwa di Kabupaten Berbek terdapat 3 (tiga) distrik, Kabupaten Nganjuk ada 2 (dua) distrik dan Kabupaten Kertosono ada 3 (tiga) distrik, sehingga jumlah keseluruhan ada 8 (delapan) distrik.
Namun sebelum RT Sosrowignjo meninggal dunia, telah terjadi suatu proses penghapusan Kabupaten Nganjuk dan Kabupaten Kertosono menjadi Kabupaten Berbek.
Kepemimpinan setelahnya sempat berganti ganti, mulai dari Raden Ngabehi Pringgodikdo tahun 1852, kemudian Raden Ngabehi Soemowilojo pada 1866. Hingga Raden Toemenggoeng Sosrokoesoemo (III) tahun 1878.
Pada masa kepemimpinan Raden Toemenggoeng Sosrokoesoemo (III) inilah terjadi suatu peristiwa yang amat penting bagi perjalanan sejarah pemerintahan di Nganjuk hingga sekarang ini.
Peristiwa itu merupakan berpindahnya tempat pusat pemerintahan dari Kota Berbek menuju Kota Nganjuk. Berdasarkan Keputusan Bupati Kabupaten Nganjuk Nomor 188/200/K/411.013/2022 menetapkan bahwa Hari Boyongan Pusat Pemerintahan dari Kabupaten Berbek ke Nganjuk terjadi pada 6 Juni 1880 Masehi bertepatan dengan hari Minggu Wage.
Lalu, pada tanggal 20 Januari 1883 Pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan keputusan dalam Lembaran Negara Hindia Belanda Stbl No. 20/1833. Menyebutkan bahwa wilayah Kabupaten Berbek terdiri atas 7 wilayah distrik yaitu : Berbek, Siwalan, Nganjuk, Kertosono, Lengkong, Warujayeng, dan Gemenggeng.
Akhirnya pada 30 Mei 1885 Pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan penetapan Kota Nganjuk sebagai Ibukota Kabupaten Berbek dan Kertosono sebagai Daerah pengawasan yang tercantum dalam Lembaran Negara Hindia Belanda Stbl No. 107/1885.
Sementara pergantian nama Kabupaten Berbek menjadi Kabupaten Nganjuk secara resmi mulai berlaku pada 1 Januari 1929, pada masa kepemimpinan Raden Mas Toemenggoeng Sosro Hadikoesoemo.
(bim)