BPOM: Ada 55 Kosmetik Berbahaya Dijual Selama Setahun Terakhir, Ini Kandungannya!
JAKARTA, iNews Depok.id - Selama periode November 2023 hingga Oktober 2024, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) melakukan pengujian sampel terhadap produk kosmetik di peredaran, termasuk di media daring atau online. Dari uji sampel tersebut, total ada 55 produk kosmetik berbahaya yang dijual bebas ke masyarakat.
Berdasarkan hasil sampling dan pengujian tersebut, Kepala BPOM Taruna Ikrar mengumumkan bahwa sebanyak 55 produk kosmetik ditemukan mengandung bahan dilarang dan berbahaya.
"Temuan tersebut terdiri dari 35 produk kosmetik yang dibuat berdasarkan kontrak produksi, enam produk kosmetik yang diproduksi dan diedarkan oleh industri kosmetik, dan 14 produk kosmetik impor," kata Kepala BPOM Taruna Ikrar dalam keterangan tertulisnya, Kamis (28/11/2024).
Taruna menjelaskan, kosmetik merupakan sediaan farmasi yang memiliki risiko terhadap kesehatan apabila tidak memenuhi persyaratan keamanan, manfaat dan mutu.
Armor Toreador Didakwa Pasal Berlapis Kasus KDRT Cut Intan Nabila, Terancam 10 Tahun Penjara
Taruna juga mengingatkan bahwa kosmetik termasuk ke dalam sediaan farmasi yang juga memiliki risiko terhadap kesehatan apabila diproduksi tidak sesuai dengan ketentuan cara pembuatan kosmetik yang baik (CPKB) atau diproduksi dengan penambahan bahan dilarang dan atau bahan berbahaya.
"Produk kosmetik hasil sampling dan pengujian tersebut ditemukan positif mengandung bahan dilarang dan atau bahan berbahaya merkuri, asam retinoat, hidrokinon, pewarna merah K3, pewarna merah K10, pewarna acid orange 7, dan timbal. Penggunaan kosmetik yang mengandung bahan dilarang dan atau bahan berbahaya dapat menimbulkan risiko kesehatan bagi konsumen," ungkapnya.
Taruna mengatakan, merkuri dapat mengakibatkan terjadinya perubahan warna kulit berupa bintik-bintik hitam (ochronosis), alergi, iritasi kulit, sakit kepala, diare, muntah-muntah, dan kerusakan ginjal. Asam retinoat dapat mengakibatkan kulit kering, rasa terbakar, dan perubahan bentuk atau fungsi pada organ janin (bersifat teratogenik).
"Sedangkan, hidrokinon berpotensi mengakibatkan hiperpigmentasi, menimbulkan ochronosis, serta perubahan warna kornea dan kuku. Kemudian pewarna dilarang (merah K3, merah K10, dan acid orange 7) bersifat karsinogenik atau menyebabkan kanker dan dapat mengganggu fungsi hati. Adanya timbal pada kosmetik dapat merusak fungsi organ dan sistem tubuh," ungkapnya.
Taruna Ikrar menegaskan bahwa BPOM akan melakukan tindakan tegas terhadap temuan kosmetik yang mengandung bahan dilarang dan atau bahan berbahaya tersebut.
“Terhadap produk kosmetik yang terbukti mengandung bahan dilarang dan atau bahan berbahaya, BPOM telah mencabut izin edar serta melakukan penghentian sementara kegiatan (PSK), meliputi penghentian kegiatan produksi, peredaran, dan importasi. Selain itu, BPOM melalui 76 unit pelaksana teknis (UPT) di seluruh Indonesia telah melakukan penertiban ke fasilitas produksi, distribusi, dan media online,” katanya.
“Selain itu, BPOM juga melakukan penelusuran terhadap kegiatan produksi, distribusi, dan promosi kosmetik yang mengandung bahan dilarang dan atau bahan berbahaya, khususnya kosmetik yang diproduksi oleh yang tidak berhak. Jika ditemukan indikasi pidana, maka akan dilakukan proses pro-justitia oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) BPOM,” tambahnya.
Dengan terjadinya pergeseran pola distribusi dan promosi kosmetik, BPOM juga melakukan perkuatan pengawasan di media online berdasarkan analisis risiko.
"BPOM telah melakukan patroli siber secara berkesinambungan untuk mencegah dan menelusuri praktik peredaran kosmetik ilegal dan mengandung bahan dilarang dan atau bahan berbahaya di seluruh platform," katanya.
Hasil pengawasan ini dibuktikan dengan temuan kosmetik mengandung bahan dilarang dan atau bahan berbahaya yang sebagian besar didistribusikan secara daring. Pada periode pengawasan ini, sebanyak 53.688 tautan kosmetik ilegal telah direkomendasikan ke Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) dan Indonesian E-commerce Association (idEA) untuk dilakukan penghapusan konten perdagangan kosmetik.
Pelaku usaha yang memproduksi atau mengedarkan produk kosmetik berbahaya tersebut dapat dikenakan sanksi administratif dan sanksi pidana. Pelaku pelanggaran akan dikenakan ketentuan Pasal 435 jo. Pasal 138 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan dengan ancaman pidana penjara paling lama 12 tahun atau denda paling banyak Rp5 miliar.
BPOM kembali mengimbau tegas kepada para pelaku usaha untuk menjalankan bisnisnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
“Saya tegaskan kepada para pelaku usaha yang memproduksi, mengimpor, dan mengedarkan kosmetik mengandung bahan dilarang dan/atau bahan berbahaya agar segera melakukan penarikan produk dari peredaran dan dimusnahkan. Penarikan produk ini wajib dilaporkan hasilnya oleh pelaku usaha kepada BPOM,” tegasnya.
Dalam lima tahun terakhir, industri kosmetika dalam negeri menunjukkan pertumbuhan positif yang signifikan. Jumlah industri kosmetik di Indonesia sampai akhir Oktober 2024 mencapai 1.249 industri atau meningkat 16,40 persen dari tahun sebelumnya.
Jumlah produk kosmetik yang memiliki izin edar/notifikasi BPOM sampai akhir Oktober 2024 mencapai 283.391 produk yang didominasi oleh 68,80 persen produk kosmetik lokal. Dengan angka ini, kosmetik menjadi komoditas yang juga memiliki peran penting terhadap peningkatan perekonomian nasional.
“Perkembangan industri kosmetik di Indonesia salah satunya didukung dengan adanya kebijakan kontrak produksi kosmetik, yang mengakomodir pelaku usaha yang belum memiliki industri. Pelaku usaha yang memberikan kontrak produksi berjumlah 1.904 atau melebihi 49 persen dari total pemilik izin edar kosmetik. Oleh karena itu, BPOM akan senantiasa mengawal peredaran sekaligus mendukung perkembangan industri kosmetik dalam negeri ini,” imbuh Taruna Ikrar.
Selain pertumbuhan positif tersebut, BPOM juga mencatat terjadinya peningkatan pelanggaran di bidang kosmetik. Oleh karena itu, BPOM akan senantiasa mengawal peredaran kosmetik agar tetap memenuhi persyaratan sekaligus mendukung perkembangan kosmetik dalam negeri ini.
BPOM juga melakukan perkuatan pengawasan terhadap peredaran kosmetik impor untuk melindungi kesehatan masyarakat dan melindungi produk lokal dari banjirnya produk impor.
"Masyarakat sebagai konsumen akhir juga diimbau untuk lebih waspada dalam memilih atau menggunakan produk kosmetik. Masyarakat diminta untuk tidak menggunakan produk-produk mengandung bahan dilarang dan atau bahan berbahaya sebagaimana yang tercantum dalam lampiran siaran pers ini ataupun yang telah diumumkan oleh BPOM sebelumnya," jelasnya.
“Saya ingatkan kepada masyarakat agar berhati-hati dalam memilih dan membeli produk kosmetik. Jangan tergiur dengan promosi yang sesat. Kami juga sangat berharap komitmen dari pemangku kepentingan, khususnya para pelaku usaha kosmetik, untuk dapat terus mengikuti regulasi sesuai peraturan yang berlaku,” pungkas Taruna.