Perang Rusia Vs Ukraina Perspektif Intelijen Strategis Februari September 2022

Perang Rusia Vs Ukraina Perspektif Intelijen Strategis Februari September 2022

Nasional | BuddyKu | Rabu, 26 Juli 2023 - 07:23
share


Oleh: Pof. Tjipta Lesmana
Analisis Masalah Internasional, Pengarang Buku Runtuhnya Kekuasaan Komunis (1990), Dosen Sesko TNI

Badan Intelijen Strategis TNI (BAIS TNI) pada Selasa 25 Juli 2023 meluncurkan sebuah buku serius, hard cover setebal 528 halaman dengan judul seperti di atas. Buku ditulis oleh sebuah Tim Penulis yang diketuai langsung oleh Kepala BAIS dan diberikan pengantar utama oleh Panglima TNI Laksamana TNI Laut Yudo Margono plus 3 akademisi terkenal: Andi Widjajanto (Gubernur Lemhanas), Prof. Hikmanhanto Juwana, SH, LLM, Ph.D. (Rektor Universitas Jenderal Achmad Yani) dan Prof. Popy Rufaidah, SE, MBA, Ph.D, (Guru Besar bidang Marketing dan Manajemen Strategis). Peluncuran buku diadakan dengan sangat meriah dan besar-besaran di Perpustakaan Nasional. Sebagian besar petinggi TNI, Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara hadir.

Pokok isi buku ialah mencari jawaban: (Apa sebab pecah perang Rusia versus Ukraina, Apa tujuan Rusia menyerang terlebih dahulu Ukraina, apa tujuan Ukraina mati-matian melawan Rusia meski mereka tahu Rusia negara raksasa sekuat hampir seperti Amerika Serikat. Dan apa dampak peperangan tidak seimbang ini ke seluruh dunia. Mengapa perang sudah berlangsung lama masih tidak berhenti-henti meski sudah sekian banyak negara termasuk Indonesia lewat Presiden Joko Widodo yang mencoba menjadi mediator. Ke mana akhir perang ini: apakah bisa meluas sampai ke Perang Nuklir, bahkan Perang Dunia?

Tentu tidak semua pertanyaan bisa terjawab di dalam buku ini karena begitu kompleksinya perang ini. Kecuali itu, pembaca sejak awal harus menyadari buku Perang Rusia Vs UKuraina hanya mengupas peperangan ini dari sudut pandang intelijen strategis; sekali lagi hanya dari aspek intelijen strategis; aspek-aspek lain nyaris tidak diteliti.

Misalnya, Tim Penulis tampaknya tidak meneropong dengan kriktis faktor Pride (harga diri) Presiden Putin karena merasa negaranya semakin terancam oleh Barat. Ingat, setelah Perang Dunia II, dunia barat terpecah jadi 2 (dua) blok besar, yaitu blok Pakta Warswa dan NATO. Akhir dari Perang Dunia II, tentara sekutu dan Uni Soviet bertemu di garis yang kemudian disebut Berlin; sama-sama menggempur tentara Hitler, sehingga akhirnya di lokasi yang kemudian disebut Tembok Berlin. Nah, di sini 3 pemimpin dunia yang terlibat PD II bertemu dan berunding berhari-hari: Hitler, Stalin dan Winston Churchill. Dalam prundingan itulah dibentuk 2 (dua) blok negara-negara Eropa: NATO (Amerika, Inggris, Perancis, Belanda dll), serta Eropa bagian Timur (Uni Soviet, Polandia, Hungaria, Cekoslovakia, Rumania dan 1-2 negara Eropa Timur lainnya).

Selama puluhan tahun, terjadi perang dingin antara NATO dan Pakta Warsawa.

Peta dunia berubah total setelah Uni Soviet runtuh pada akhir Desember 1991, karena satu per satu Republik di Soviet menyatakan merdeka dan menjadi negara sendiri.

Pasca runtuhnya Soviet dan Pakta Warsawa, dua blok besar ini tidak pernah damai, selalu terjadi perang dingin yang nyaris perang. Apa sebab? Karena satu per satu negara ex Pakta Warsawa menyeberang dan pindah jadi anggota NATO. Terakhir, Ukraina pun ingin menjadi anggota NATO. Sampai tahap ini, Putin berteriak: Stop, Ukraina tidak boleh menyeberang ke NATO, Kita harus gempur habis-habisan Ukraina jika nyeberang ke NATO. Kenapa? Keamanan Rusia terancam serius jika Ukraina dicaplok NATO.

Nah, tatkala Ukraina tampak semakin mesra dengan blok NATO, apalagi dikipas terus oleh sejumlah negara NATO, khususnya AS, NATO memperlihatkan giginya kepada blok Barat. Diserbu-lah Ukraina.

Alasan lain pecahnya perang kedua negara ini? Yes, Ukraina sudah lama jadi pusat kapal perang nuklir Rusia. Memang sejak Soviet runtuh, kapal-kapal nuklir Rusia di Ukraina perlahan-lahan dipindahkanke tepublik-republik lain untuk menghindari ancaman serbuan NATO.

Kecuali itu. Kita jangan lupa pendirian Uni Soviet sebagai negara republik sebetulnya juga dipaksakan, tidak bergabung dengan sukarela. Setelah geopolitik Eropa berubah, republic yang berpenghuni mayoritas suku Rusia satu-per-satu ingin memisahkan diri, antara lain orang-orang keturunan Ukraina di Polandia; mereka punya aspirasi keluar dari Ukraina dan bersatu dengan Polandia.

Tidak heran lebih dari 2,5 juta orang Ukraina ramai-ramai pindah ke Polandia sebagai pengungsi setelah Ukraina terus digempur oleh peluncur-peluncur kendali Rusia. Mereka menyatu kembali dengan saudara-saudaranya yang sudah puluhan tahun bermukim di Polandia.

Nah, semua fakta sejarah ini, tampaknya, kurang mendapat analisis dalam buku yang sebetulnya bagus dan cukup komprensif ini; semata-mata karena perang yang digambarkan dalam buku ini terutama diteropong menurut aspek intelijen strategis.

Pada saat ini, perang sulit diakhiri, karena Putin merasa akan kehilangan pride (harga diri) yang besar jika ia harus mundur dari peperangan, menurut keyakinan Dr. Connie Rahakundini, analisis masalah perhanan/keamanan yang tajam, tapi adakah kemungkinan pecah perang nuklir apalagi perang dunia sebagai akibat perang Rusia-Ukraina, analisis BAIS, kecuali kemungkinan itu. Putin juga mungkin sudah lelah karena korban yang jatuh di pihak Rusia dan senjatanya yang hancur tidak terbilang kecil. Rakyat Rusia diam-diam juga tidak senang pada Putin akibat perang yang berkepanjangan ini.

Belum lama ini terbetik berita meletusnya semacam pemberontakan dari tentara Putin untuk melawan kepemimpinan Putin. Di sisi lain, NATO pimpinan AS juga enggak berani melawan Rusia dengan membanjiri persenjataannya kepada Ukraina karena dia bukan pemimpin tipe hawkseperti pendahulunya, Donald Trump. Ia enggak berani mengambil keputusan hawk untuk menggempur Rusia habis-habisan. Semua orang tahu tabiat Vladimir Putin yang puluhan tahun jadi agen-agen KGB, tabiatnya: berani dan nekad. Tapi menurut Ibu Connie dan Gubernur Lemhannas dalam pertemuannya yang eksklusif dengan Putin mendapat kesan bahwa Putin tidak mau atau tidak berani meluncurkan nuklirnya ke arah NATO, khususnya jika perang mencapai eskalasi lebih tinggi.

Untuk sementara, peperangan berlangsung dead-lock; maju tidak mundur pun tidak. Putin misalnya tidak mau / atau tidak tega menutup perairan sangat penting di Ukraina karena akibat fatal bagi ekonomi Ukraina jika ia tutup totol.

Masalahnya, perang Rusia-Ukraina berakibat banyak negara termasuk Indonesia yang kena getahnya di sektor ekonomi. Jangan lupa Rusia negara produsen minyak terbesar di dunia. Guncang-guncang akibat peperangan ini juga membuat harga pupuk dan pangan membubung, negara kita jadi korban.

Idealnya, PBB bisa menjadi pendamai yang efektif untuk menghentikan perang Rusia-Ukraina. Sayang, PBB tampaknya sudah kehilangan wibawa, kerapkali lembaga dunia ini dituding antek Amerika Serikat. Maka, beberapa kali Sekjen PBB bertemu Putin dan Zelenzki, hasilnya hampa.

Buku yang diterbitkan oleh BAIS TNI, menurut hemat kami sangat bagus, cukup komprehensif peneropongan masalah maupun analisisnya karena mendapat bantuan dari pimpinan Lemhannas. Mungkin narasumber yang dipakai kurang kuat. Seyogianya, beberapa eks. Duta Besar kita terutama di Rusia dan Ukraina dimintakan pendapatnya juga.

Tapi kita harus angkat jempol pada Pimpinan BAIS dan Panglima TNI yang berani mengambil keputusan menyusun buku ini yang kuat dengan nuansa intelijen strategis, ranah yang sebetulnya tertutup untuk masyarakat umum.

Topik Menarik