Dukcapil DKI Tak Gelar Operasi Yustisi Pendatang Usai Lebaran, Ini Alasannya
JAKARTA - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta melalui Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) DKI Jakarta tetap berlaku ramah hingga adil bagi para pendatang pasca Idul Fitri 1446 Hijriah/2025. Hal itu dipertegas Kepala Disdukcapil DKI Jakarta Budi Awaluddin dengan tidak melakukan operasi yustisi seperti tahun sebelumnya.
“Jakarta tetap ramah terhadap warga dan pendatang. Jakarta tetap berlaku adil, tetap menarik, dan memberikan kebahagian pada setiap orang. Namun, harus tetap terukur, sehingga perwujudan menjadi kota global bisa tercapai. Oleh karena itu, tahun ini operasi yustisi tidak kami lakukan seperti tahun-tahun sebelumnya,” kata Budi di Jakarta, Jumat (14/3/2025).
Budi menjelaskan, pertumbuhan penduduk di Jakarta setiap bulan berasal dari kelahiran rata-rata sebesar 8.796 jiwa. Sementara itu, pertumbuhan penduduk dalam satu momentum, seperti pasca-Lebaran, dalam periode 2021-2024, rata-rata jumlah pendatang di Jakarta sebanyak 22.412 jiwa.
Data tersebut menunjukkan terjadi lonjakan kenaikan jumlah penduduk di Jakarta dalam satu momentum tertentu. Pihaknya terus berkomitmen mengawal pertumbuhan penduduk melalui Program Penataan Administrasi Kependudukan.
“Program ini telah berhasil dilakukan pada waktu sebelumnya. Hal ini dibuktikan dengan menurunnya angka perpindahan penduduk atau migrasi pada tahun 2024 sekitar 37,47 persen dari tahun sebelumnya,” ucapnya.
Budi mengatakan, dalam Program Penataan Administrasi Kependudukan, Disdukcapil DKI Jakarta akan menata dan memastikan Nomor Induk Kependudukan (NIK) hanya diberikan kepada penduduk dalam suatu wilayah sesuai domisili. Sehingga, dalam kurun waktu maksimal satu tahun, setiap penduduk harus menyesuaikan identitas kependudukan sesuai domisili.
“Hal ini sesuai dengan UU 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan. Dengan demikian, diharapkan, tercipta kualitas pelayanan masyarakat yang baik, menjamin akurasi data kependudukan, dan memberikan kepastian hukum,” ungkapnya.
Pada kesempatan terpisah, pengamat perkotaan, Yayat Supriatna mengungkapkan, Jakarta harus bertindak cepat dalam pengelolaan penduduk. Ia berharap, kota ini tidak sampai terdegradasi karena permasalahan yang tidak kunjung selesai.
“Harus ada regulasi, misalnya, minimal sepuluh tahun menetap dan ber-KTP Jakarta baru bisa mendapatkan fasilitas bantuan sosial, karena Jakarta sampai hari ini masih menjadi magnet bagi warga Indonesia. Kota ini memiliki infrastruktur lengkap serta fasilitas bantuan sosial yang beragam bagi warga. Maka, perlu regulasi yang dampaknya efektif untuk menangani para pendatang,” ucap Yayat.