Cegah Diabetes, Pakar Ekonomi UI Dukung Penerapan Cukai Minuman Berpemanis
JAKARTA, iNews.id – Pakar Ekonomi Universitas Indonesia (UI) Telisa Aulia Felianty mendukung rencana pemerintah yang akan menerapkan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK). Kebijakan itu dinilai sangat baik untuk mendukung program Indonesia sehat. Sebab, salah satu masalah utama tingginya kematian di Indonesia dipicu diabetes.
“Rencana kenaikan cukai minuman berpemanis oleh pemerintah dalam hal ini kemenkeu sangat bagus ya utamanya untuk mendorong perilaku sehat masyarakat Indonesia. Kita tahu, bahwa penyakit diabetes ini menduduki posisi tertinggi kematian di Indonesia yang disebabkan gaya hidup minuman instan berpemanis,” kata Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia tersebut dalam diskusi bertajuk Analisa Cukai Minuman Berpemanis di Heritage Center Antara, Jakarta, Kamis (19/12/2024).
Dia menjelaskan, rencana pemerintah yang bakal menerapkan cukai pada minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) pada 2025 mendatang tujuannya sangat baik. Pertama, untuk menciptakan masyarakat Indonesia lebih sehat. Sebab, saat ini kalangan muda dan anak-anak Indonesia banyak yang terkena penyakit diabetes. Selain itu, mengurangi konsumsi gula dan mengendalikan konsumsi gula dan pemanis yang berlebihan serta menekan angka impor gula.
“Produk minuman kemasan yang beredar saat ini kan banyak mengandung pemanis buatan. Contohnya susu kental manis isinya ternyata bukan susu semua, tapi lebih banyak gula dan krimmer. Nah, PP Nomor 28 tahun 2024 ini bisa untuk mencegah beredarnya minuman berpemanis di pasaran,” ujarnya.
Menurut Telisa, jika kebijakan pemerintah itu diterapkan bisa memberikan pemasukan pendapatan dari produk tersebut hingga Rp6,25 triliun. Dia mengungkapkan, minuman berkarbonasi mencapai 747 liter per tahun potensinya mencapai Rp1,7 triliun. Produk minuman berenergi serta kopi mencapai 808 juta liter per tahun dengan potensi penerimaan pajak Rp1,85 triliun serta the kemasan Rp2,7 triliun.
Meski demikian, telisa berharap kebijakan tersebut diterapkan secara bertahap agar perusahaan tidak keberatan. “terpenting terapkan dulu, tapi secara bertahap. Ini sekaligus untuk learning dulu ke masyarakat,” ujarnya.