DPR Pastikan Kawal Putusan MK soal UU Ciptaker: Jawaban Jutaan Pekerja yang Butuh Perlindungan

DPR Pastikan Kawal Putusan MK soal UU Ciptaker: Jawaban Jutaan Pekerja yang Butuh Perlindungan

Berita Utama | inews | Selasa, 5 November 2024 - 04:50
share

JAKARTA, iNews.id - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan mencabut dan merevisi 21 pasal dalam UU Cipta Kerja (Ciptaker) yang menuai kontroversi. Komisi IX DPR memastikan mengawal putusan MK tersebut karena harapan jutaan pekerja

Keputusan ini adalah jawaban bagi jutaan pekerja yang selama ini menantikan perlindungan lebih baik atas hak-hak mereka, ujar Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Aher, Senin (4/11/2024).

Netty mengatakan, putusan MK atas UU Ciptaker merupakan langkah untuk memastikan regulasi ketenagakerjaan di Indonesia kembali sesuai dengan konstitusi yang diatur dalam UUD 1945. Ia juga mengapresiasi langkah MK yang memberikan ruang koreksi terhadap permasalahan ketenagakerjaan.

Kami menghormati putusan MK yang telah mengakomodasi berbagai aspirasi publik terkait UU Ciptaker. Ini menunjukkan bahwa MK mendengarkan dan memberikan perhatian serius terhadap isu-isu yang menyangkut para pekerja di tanah air," ucap Netty.

Netty mendorong pemerintah untuk segera menindaklanjuti putusan MK ini dengan langkah-langkah konkret yang akan memperkuat regulasi ketenagakerjaan di Indonesia. Langkah konkret yang dimaksud adalah dengan mengeluarkan peraturan turunan yang sejalan dengan putusan MK.

Selain itu juga dengan memperkuat pengawasan di lapangan agar seluruh perusahaan mematuhi aturan baru ini.

"Kami di DPR RI siap mendukung upaya Pemerintah dalam mengimplementasikan putusan ini dan akan terus mengawal prosesnya agar benar-benar membawa manfaat," tutup Netty.

Diketahui, MK mengabulkan sebagian besar permohonan uji materiil Undang-Undang Nomor 6/2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker) yang digugat oleh Partai Buruh pada tanggal 31 Oktober 2024.

Sejak awal penerapannya, UU Ciptaker menjadi sorotan banyak pihak di Indonesia. Beberapa kelompok, terutama kalangan buruh dan serikat pekerja, berpendapat bahwa UU Ciptaker telah mengubah secara signifikan aturan yang terdapat dalam UU Ketenagakerjaan yang sudah ada sejak tahun 2003.

UU Ciptaker dianggap tidak hanya kurang berpihak kepada pekerja, tetapi juga mengandung banyak pasal yang bersifat multitafsir. Dampak dari pasal multitafsir itu dapat menimbulkan ketidakpastian hukum dan potensi penyalahgunaan.

Misalnya seperti waktu kerja, upah, serta ketentuan mengenai cuti hamil dan melahirkan, cuti untuk kegiatan keagamaan, ketentuan pemutusan hubungan kerja (PHK), aturan outsourcing, dan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT).