Viral Howitzer Bertuliskan Pempek Palembang dalam Perang Rusia-Ukraina
JAKARTA Sebuah unggahan di media sosial X menunjukkan sebuah howitzer tentara Rusia bertuliskan Pempek Kapal Perang Asli Indonesia menjadi viral di media sosial. Bahkan, unggahan dari akun GrishaPutin (@ZShakerCentral) itu menunjukkan bahwa senjata artileri self-propeled itu digunakan secara aktif dalam konflik di Ukraina.
Menurut keterangan dalam unggahan itu, tulisan pada howitzer Msta-s tersebut merupakan modifikasi hasil pesanan dari sebuah restoran pempek di Indonesia. Foto-foto pada unggahan menunjukkan kostumisasi sisi salah satu howitzer bertuliskan Pempek Cita Rasa Wong Kito, sementara di larasnya bertulisakan Pempek Permata.
Pempek Permata - nama restoran Indonesiayang mendukung masyarakat Donbass dan Palestina
Kawan-kawan dari Indonesiamemesan "Kustomisasi" SPG Msta-s dengan meme nasional, demikian tertulis dalam unggahan GrishaPutin tersebut.
Potret Prilly Latuconsina Beli Kapal Yacht Seharga Rp2,5 Miliar sebagai Kado Ultahnya Sendiri
Dalam unggahan lainnya, GrishaPutin memamerkan beberapa peluru dan howitzer lainnya yang telah dikostumisasi mulai dari tulisan pesan, hingga gambar tokoh anime.
Dengan membayar sejumlah uang, orang-orang dapat memodifikasi peluru artileri atau mortir, bahkan roket Grad dengan tulisan atau gambar yang mereka inginkan. Bagi mereka yang ingin menulis pesan atau gambar pada peluru amunisi dapat membayar 20 euro (Rp336 ribu) untuk peluru mortar, 35 euro (Rp588 ribu) untuk peluru artileri, dan 100 euro (Rp1,6 juta) untuk roket Grad.
Untuk mendapatkan video peluru ditembakkan dari howitzer atau peluncur roket tarifnya yang dikenakan 250 euro (sekira Rp4,2 juta), sementara untuk tayangan first person (FPV) killcam drone dikenakan tariff 450 euro (Rp7,5 juta). Tidak diketahui berapa biaya yang dikenakan untuk tulisan pada howitzer seperti yang terlihat pada unggahan GrishaPutin.
Rusia melancarkan operasi militer khusus ke Ukraina pada Februari 2022, memicu konflik yang berlangsung hingga saat ini. Presiden Rusia Vladimir Putin pada saat itu mengatakan bahwa tujuan dari aksi tersebut untuk membebaskan dan melindungi orang-orang berbahasa Rusia di wilayah Donbass, namun Ukraina dan negara-negara Barat sekutunya menyebut aksi militer tersebut sebagai sebuah invasi.