Fenomena Doom Spending Melanda Generasi Milenial dan Gen Z...
BALIKPAPAN,iNewsMuria.id-Gen Z kini dihadapkan dengan berbagai fenomena sosial seperti you only live once (YOLO), fear of missing out (FOMO) dan fear of other people opinion (FOPO) yang cenderung mengarahkan generasi muda ke pola hidup konsumtif dan bisa berdampak pada pengelolaan keuangan yang tidak bijaksana.
Selain itu, kata Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Jasa Keuangan, Edukasi dan Pelindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi mengatakan, ada fenomena doom spending yang terjadi di kalangan Generasi Milenial dan Gen Z. Doom spending berarti seseorang yang berbelanja cenderung impulsif tanpa mempertimbangkan penting atau tidaknya suatu barang.
Fenomena serupa yang marak, kata dia, adalah instant gratification yang merupakan perilaku untuk mendapatkan keinginan tanpa mencoba melakukan penundaan. Perilaku tersebut perlu diimbangi dengan perilaku delayed gratification yaitu menunda pemenuhan kesenangan saat ini untuk masa depan yang lebih baik.
“Generasi muda diimbau untuk lebih bijak untuk menggunakan produk dan layanan jasa keuangan. Kemampuan membedakan antara need and want juga harus dimiliki agar terhindar dari pola hidup konsumtif,” kata Friderica Widyasari Dewi.
Hal itu dikatakan dalam acara Literasi Keuangan Indonesia Terdepan (Like It) pada Pembukaan Bulan Inklusi Keuangan (BIK) 2024 di Balikpapan, Kalimantan Timur, Sabtu (5/10/2024).
Menurut Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar tujuan dari pembukaan Bulan Inklusi Keuangan adalah untuk makin memperluas akses keuangan masyarakat terhadap sektor jasa keuangan yang lebih bertanggungjawab dan produktif.
"Akses keuangan masyarakat yang lebih luas, bertangungjawab dan produktif diharapkan bisa meningkatkan kesejahteraan dan memperkuat perekonomian nasional," kata Mahendra Siregar dalam sambutannya.
Dikatakan, kolaborasi dan sinergi untuk meningkatkan literasi dan inklusi keuangan di daerah penting dilakukan. Dengan memiliki literasi dan inklusi keuangan yang baik maka akan memperluas dan membuka basis ekonomi baru di daerah. Hal ini merupakan komitmen dan respon yang tepat dan dapat dilakukan dalam rangka mewujudkan Indonesia Emas 2045.
"Literasi dan inklusi keuangan merupakan salah satu aspek penting dalam pembangunan ekonomi nasional, karena tingkat inklusi keuangan menjadi salah satu indikator pembangunan ekonomi yang dapat meningkatkan fungsi intermediasi lembaga keuangan," pungkasnya.(*)