Kisah Putri Ular, Cerita Rakyat Sumatera Utara Tentang Sumpah Serapah Jadi Kenyataan
KISAH Putri Ular mungkin sudah tidak asing lagi bagi sebagian orang. Cerita rakyat populer ini diketahui berasal dari Sumatera Utara.
Melihat keberagamannya, Indonesia memiliki banyak cerita rakyat atau legenda yang dikisahkan secara turun-temurun. Sebagian di antaranya bahkan cukup populer, sehingga biasa dijumpai dalam buku-buku pelajaran anak sekolah.
Pada sekian judul yang diketahui, salah satunya adalah Putri Ular dari Sumatera Utara. Berikut ulasan mengenai kisahnya yang bisa disimak.
Kisah Putri Ular
Alkisah, hidup seorang raja yang baik dalam memimpin suatu negeri di kawasan Simalungun. Raja itu memiliki seorang putri yang parasnya cantik jelita.
Menariknya lagi, kecantikan putri raja itu telah diketahui ke seluruh pelosok negeri, bahkan sampai negeri seberang. Maka dari itu, tak sedikit dari pria-pria bangsawan yang berniat mempersuntingnya.
Baca juga: Kisah Cinta Idjon Djanbi, Legenda Kopassus yang Ceraikan Wanita Inggris demi Mojang Sunda
Kabar kecantikan putri itu sampai pada seorang raja muda tampan yang memimpin sebuah kerajaan yang letaknya tidak jauh dari kerajaan ayah sang putri cantik tersebut. Sontak, ia pun berniat untuk melamar sang putri.
Terlepas dari kecantikannya, ternyata sang putri sering mengucapkan kata-kata buruk. Jika ada kejadian yang tidak menyenangkan hati, ia akan dengan mudahnya berkata buruk.
Suatu hari, datanglah raja muda dari negeri seberang dengan tujuan melamar putri untuk dijadikan permaisuri. Mendengar itu, sang putri sangat senang, terlebih setelah mengetahui raja muda tersebut juga tampan.
Singkat cerita, proses lamaran diterima. Tak menunggu lama, mereka langsung menjadwalkan pesta pernikahan bulan depan.
Menatap momen bahagia itu, putri ingin tampil cantik pada hari pernikahannya. Untuk itu, ia rajin merawat diri.
Setiap hari, putri mandi di danau kecil yang terletak di belakang istana sebanyak tiga kali. Air mandinya dicampur dengan aneka bunga.
Suatu sore, seperti biasa putri akan mulai mandi. Namun, tiba-tiba ada seekor burung melintas di atas kepalanya. Terkejut, putri berteriak sambil mendongak.
Tak disangka, burung itu malah mematuk hidungnya. Setelah itu, darah pun berceceran dari hidung sang putri.
“Aduhh… hidungku!” teriak Putri. Sambil memegang hidungnya yang berdarah, ia menangis dan kembali ke kamarnya.
Di kamar, putri masih menangis tersedu-sedu. Dia merasa kecewa karena tak bisa menjaga kecantikannya.
“Mana mau raja muda itu menikahi wanita berhidung buruk begini?” ucap putri.
Mendengar itu, Ratu tersenyum dan menghiburnya.
“Jangan khawatir. Jika sang raja muda memang mencintaimu, luka kecil ini pasti tak jadi masalah,” kata Ratu.
“Hah luka kecil? Ini bukan luka kecil, Bu! Luka ini akan membekas dan berwarna hitam!” teriak Putri dengan nada marah.
Setelah terdiam sejenak, tiba-tiba putri kembali berkata: “Barangkali lebih enak menjadi ular. Kulitnya tebal dan bersisik. Luka sedikit pasti tak akan kelihatan.”
Tak lama setelahnya, tiba-tiba langit bergemuruh. Anehnya, terjadi perubahan pada tubuh sang putri.
“Anakku, apa yang terjadi padamu nak!” teriak Ratu panik. Ternyata, putri perlahan berubah menjadi ular dengan kulit kasar dan bersisik, persis seperti yang diucapkannya tadi.
Melihat itu, Ratu menangis. Dia sangat menyesali perkataan putrinya yang diucapkan secara sembrono.
“Astaga anakku, bukankah sudah berulang kali Ibu mengingatkan agar menjaga ucapanmu?” isaknya sedih.
Sayangnya, sang putri yang sudah menjadi ular tak bisa menjawab. Dia hanya menggeleng- gelengkan kepalanya sambil mendesis.
Selain itu, ular tersebut juga menitikkan air mata. Hal ini mungkin menjadi tanda bahwa dia amat menyesal.
Demikian ulasan mengenai kisah Putri Ular, cerita rakyat asal Sumatera Utara yang mengingatkan kita untuk tidak sembarangan dalam berbicara. Alasannya karena bisa saja ucapan apa pun yang keluar akan menjadi kenyataan.