Mengapa Iran Belum Serang Israel? Padahal sudah Janji Balas Dendam Kematian Haniyeh

Mengapa Iran Belum Serang Israel? Padahal sudah Janji Balas Dendam Kematian Haniyeh

Berita Utama | inews | Jum'at, 30 Agustus 2024 - 11:54
share

TEHERAN, iNews.id - Pembunuhan pemimpin politik Hamas, Ismail Haniyeh, pada 31 Juli lalu, membuat murka Iran. Pasalnya, pembunuhan itu terjadi di ibu kota negeri Persia tersebut, Teheran, dan Haniyeh ketika itu berstatus sebagai tamu negara.

Iran pun bersumpah akan membalas kematian Haniyeh. Pemimpin tertinggi republik Islam itu, Ayatollah Ali Khamenei, juga menegaskan bahwa sudah menjadi kewajiban Teheran untuk menghukum Israel atas pembunuhan itu.

Kini, sudah hampir sebulan berlalu sejak janji itu dicetuskan Iran, belum ada tanda-tanda kapan musuh bebuyutan Israel itu akan menunaikan janjinya.

Haniyeh terbunuh pada saat berkunjung ke Teheran, ketika menghadiri pelantikan presiden baru Iran, Masoud Pezeshkian. Kematiannya, yang diiikuti oleh janji Iran untuk membalas dendam, memicu gelombang spekulasi dan laporan media yang menyebut bahwa serangan Iran terhadap Israel sudah dekat. Namun, tidak ada serangan seperti itu yang terjadi sampai hari ini.

Minggu lalu, juru bicara Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) Iran mengatakan bahwa pembalasan terhadap Israelbisa memakan waktu lama untuk dilaksanakan. Pernyataan itu semakin menambah ambiguitas soal situasi Iran. Intelijen Amerika Serikat bahkan sudah berulang kali keliru mengeluarkan prediksi soal serangan besar-besaran Iran ke Israel.

Pada April lalu, Teheranhanya butuh waktu kurang dari dua minggu untuk membalas serangan Israelterhadap konsulatnya di Damaskus, Suriah, yang menewaskan dua komandan militer senior Iran dan beberapa lainnya. Karenanya, penundaan serangan balas dendam atas kematian Haniyeh yang diperpanjang kali ini telah menimbulkan pertanyaan tentang strategi Teheran saat ini.

Para analis menunjukkan beberapa faktor yang dapat menjelaskan penundaan itu. Yang paling utama adalah ketakutan akan respons Israel yang kuat yang dapat menyebabkan Iransemakin maludan berpotensi meningkat menjadi konflik yang lebih luas yang melibatkan Amerika Serikat. Kepemimpinan Iran, yang memprioritaskan mempertahankan cengkeramannya pada kekuasaan di atas segalanya, kemungkinan besar waspada untuk memicu situasi yang dapat melemahkan kendalinya itu.

"Banyak pihak di Iran, termasuk tokoh-tokoh terkemuka di kelas politik negara itu, memperingatkan para pemimpin negara tentang konsekuensi perang habis-habisan yang dapat benar-benar menghancurkan negara dan mematikan rezim," kata Arash Azizi, peneliti tamu di Frederick S Pardee Center for the Study of the Longer-Range Future, Universitas Boston, kepada laman Alarabiyah.

Pengerahan aset militer AS tambahan yang lebih dekat ke Iran baru-baru ini juga tampaknya telah membuat Teheran berpikir panjang. Menurut Pentagon (Departemen Pertahanan AS), peningkatan kehadiran militer AS ini telahmerasuki pikiranpara pemimpin Iran.

Iran sebelumnya telah menunjukkan penolakan keras terhadap perang dengan AS. Contoh utama dari sikap ini dapat dilihat pada kasus pembunuhan Komandan Pasukan Quds Iran, Qassem Soleimani, oleh AS pada 2020. Meskipun Soleimani penting, tanggapan Iran pada waktu itu begitu terukur, dan bertujuan untuk menghindari perang habis-habisan dengan AS.

Pertimbangan lainnya adalah upaya yang sedang berlangsung untuk menegosiasikangencatan senjata antara Israel dan Hamasdi Gaza. Iran sepertinya tidak ingin mengambil tindakan apa pun yang dapat disalahkan karena menggagalkan perundingan tersebut. Iran tak ingin dianggap sebagai pengganggu bagi masyarakat internasional.

Teheran juga sangat mempertimbangkan Pilpres AS 2024 yang akan digelar pada November. Rezim Iran sangat berhati-hati untuk tidak mengambil langkah apa pun yang dapat meningkatkan peluang mantan Presiden Donald Trump, yang pemerintahannya mengambil sikap yang jauh lebih agresif terhadap Iran dibandingkan dengan pemerintahan Joe Biden.

"Perang dengan Israel akan menyeret AS ke dalam konflik yang lebih besar, yang dapat merugikan peluang Kamala Harris dalam pemilihan November. Republik Islam akan melakukan apa pun untuk menghentikan Trump agar tidak terpilih lagi," kata Saeid Golkar, seorang profesor Ilmu Politik di University of Tennessee di Chattanooga dan juga penasihat senior di United Against Nuclear Iran.

Meskipun ada banyak pertimbangan seperti disebutkan di atas, Iran mungkin pada akhirnya merasa terpaksa untuk menanggapi Israel karena sangat malu sekutunya dibunuh di wilayahnya sendiri. Namun lagi-lagi respons yang diberikan Teheran nanti mungkin hanya berupa tindakan simbolis yang mirip dengan serangannya pada April lalu.

Tindakan balas dendam atas kematian Haniyeh itu mungkin tidak selalu melibatkan serangan rudal dan drone (pesawat tanpa awak) secara langsung seperti yang terjadi pada April, tetapi dapat diukur dan dikomunikasikan sebelumnya untuk meminimalkan kerusakan, sehingga menghindari eskalasi lebih lanjut. Dilema utama bagi Teheran adalah bagaimana menyusun respons yang dapat mencegah agresi Israel lebih lanjut tanpa meningkat menjadi perang besar-besaran.

Topik Menarik