Sejarah Bapelkes Lemahabang Cikarang, Bangunan Abad 17 Milik Tuan Tanah Michield Arnold
BEKASI, iNewsBekasi.id- Bapelkes (Balai Pelatihan Kesehatan) Lemahabang yang berada depan Stasiun Lemahabang, Cikarang Utara, Kabupaten Bekasi ini menyimpan sejarah panjang dan kaya tentang masa-masa penjajahan Belanda hingga revolusi kemerdekaan Indonesia.
Kini bangunan ikonik peninggalan masa kelam penjajahan ini pusat pelatihan kesehatan di bawah Kementerian Kesehatan RI. Awalnya, bangunan ini merupakan bagian dari perusahaan besar Michiels Arnold, sebuah perusahaan perkebunan luas dari kolonial Belanda di Nusantara.
Bapelkes berperan penting dalam melatih tenaga kesehatan dan memberikan kontribusi besar bagi kemajuan sektor kesehatan di Indonesia. Meskipun bangunan mengalami banyak perubahan, jejak sejarah kolonial dan perjuangan kemerdekaan tetap melekat kuat.
Kisah Michiels Arnold dimulai pada akhir abad ke-17 ketika ekspedisi VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) mulai menjelajahi pulau Jawa, khususnya wilayah Kerajaan Banten dan Kesultanan Mataram Islam.
Pegiat Sejarah Bekasi Rahman mengatakan, ekspedisi ini melibatkan penjelajahan sungai, perbukitan, dan pemukiman pedesaan di sekitar Bogor. Dari penjelajahan ini, VOC perlahan mengenal lebih banyak nama wilayah di sekitar pedalaman Jawa Barat.
“Pada awal abad ke-18, Gubernur Jenderal Abraham Van Rieberck, seorang petualang ambisius, mengikuti jejak pendahulunya Joannes Camphuys untuk mengeksplorasi wilayah yang kini dikenal sebagai Bogor dan Bekasi,” kata Rahman kepada iNews Bekasi, Sabtu (2/11/2024).
Rieberck terpesona lahan subur kebun kopi di Cileungsi dan Cipamingkis yang dikelola penguasa lokal Suta Diwangsa. Melihat potensi ekonomis dari lahan tersebut, Rieberck mengembangkan strategi menguasainya, menganggap wilayah itu sebagai “Eropa”-nya Hindia Belanda.
Pada 1776, seorang pengusaha bernama Jonathan Michiels akhirnya berhasil membeli tanah luas di daerah Cileungsi dari pemerintah kolonial. Jonathan memiliki putri bernama Augustinj Michiels, yang kemudian menikah dengan pengusaha terkemuka Jan Willem Arnold.
Kedua keluarga ini kemudian menggabungkan nama mereka, membentuk perusahaan besar yang dikenal sebagai Michiels Arnold. Pada 10 Juli 1887, perusahaan ini resmi berdiri sebagai entitas hukum, dengan akta yang ditandatangani notaris Egbertus Petrus Pauwels di Den Haag.
Michiels Arnold menguasai lahan seluas 115.073 hektar yang mencakup wilayah Cileungsi, Cibarusa, Klapa Nunggal, Cipamingkis, Cimapak, dan Denambo di daerah Buitenzorg (Bogor). Luasnya wilayah Michiels Arnold hampir sama dengan Provinsi Utrecht di Belanda.
Di dalamnya terdapat dataran luas, pegunungan, jurang, sungai, hutan, dan desa-desa kecil yang kala itu dihuni oleh lebih dari 247.500 jiwa. Pada masa itu, VOC memiliki kebiasaan memberikan sebidang tanah di Jawa kepada pegawai atau koleganya, baik dari Eropa, Tionghoa, pribumi.
Hal itu sebagai bentuk penghargaan atas kontribusi mereka dalam memperkuat koloni. Sejak tahun 1685, VOC bahkan mulai melelang tanah secara umum. Sebagian besar tanah dibeli ini akhirnya dikonsolidasikan dan membentuk kepemilikan dikuasai oleh Michiels Arnold.
Perusahaan Michiels Arnold berkembang pesat dengan mengeksploitasi hasil bumi, terutama padi. Selain itu, perusahaan ini juga menyewakan lahan secara terbuka bagi siapa saja yang ingin bekerja sama.
Dengan teknologi modern untuk produksi di masanya, Michiels Arnold mampu mengirimkan hasil bumi dua kali seminggu menggunakan 26 kuda, dogong (Lemahabang-Cibarusah), kereta api, dan transportasi canggih lainnya.
Pengiriman rutin hasil bumi dari Cileungsi ke Lemahabang dan Batavia (Jakarta) ini dilakukan oleh kurir atau yang dikenal sebagai “marinyo.” Bangunan ini dulunya dikenal dengan cerobong asapnya yang tinggi menjulang, menjadi penanda bagi masyarakat sekitar. Namun, cerobong asap yang menjadi ikon wilayah Cikarang tersebut kini sudah tidak ada lagi.
Meski demikian, bagi masyarakat, Bapelkes Lemahabang tetap menjadi simbol perjuangan dan kemajuan, sebuah saksi bisu yang menghubungkan masa penjajahan, perjuangan kemerdekaan, dan era kemajuan bangsa.
Masa Pendudukan Jepang 1942
Pada 1942, Jepang menduduki Indonesia, mengambil alih kekuasaan dari pemerintah kolonial Belanda. Pemerintah militer Jepang mengeluarkan peraturan pada 1 Juni yang menyatakan bahwa semua tanah milik pribadi di Hindia Belanda harus diserahkan kepada mereka.
KPK Periksa Eks Gubernur Kaltim Awang Faroek dan Putrinya Dayang Donna Terkait Dugaan Korupsi IUP
Lahan ini akan dikelola oleh komite pemerintah Jepang yang berhak mengambil semua yang diperlukan untuk pengelolaannya. Lebih dari 470.000 hektar lahan di Jawa, termasuk milik Michiels Arnold, berada di bawah peraturan ini.
Sebagian besar tanah ini dulunya dikuasai oleh orang-orang Belanda, Cina, dan Arab. Saat pendudukan Jepang, jalur transportasi Dogong dari Lemahabang ke Cibarusah yang sangat penting bagi Michiels Arnold dihancurkan.
Jepang menggunakan hasil bumi dari lahan ini untuk kebutuhan perang mereka, sementara para penguasa kolonial Belanda kehilangan kekuasaan atas tanah-tanah tersebut. Bahkan, bangunan itu sempat menjadi markas perjuangan Resimen V Siliwangi.
Setelah proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, para pejuang kemerdekaan mengambil alih aset-aset yang sebelumnya dikuasai oleh pihak kolonial. Bangunan yang kini menjadi Bapelkes Lemahabang beralih fungsi sebagai markas perjuangan Resimen V Siliwangi.
Kemudian menjadi Resimen VI Cikampek. Tempat ini menjadi pusat strategi dan koordinasi perjuangan melawan Belanda dalam mempertahankan kemerdekaan. Pada masa awal perjuangan, markas ini dipimpin oleh seorang pemuda pelopor bernama Mufreni Mu'min.
Pejuang ini memainkan peran penting dalam mengorganisir perlawanan. Bersama para pejuang lainnya, markas ini menjadi saksi bisu pertempuran sengit dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia, melawan pasukan kolonial yang berusaha merebut kembali kekuasaan.