Jangan Anggap Remeh, Ternyata Babad Banyumas Miliki 101 Naskah dan 65 Versi
BANJARNEGARA,banjarnegara.inews.id - BANYUMAS, dikenal dengan bahasa dan logat yang selalu dianganggap lucu dan dianggap bahasa dengan literasi yang rendah. Namun, Banyumas termasuk salah satu wilayah yang memiliki budaya literasi tertinggi jika diukur dengan keberadaan naskah kunonya.
Hal tersebut disampaikan Prof Sugeng pada saat menjadi pembicara kunci dalam webinar Estafet Sejarah Lokal yang diselenggarakan oleh Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Sejarah SMA dan Asosiasi Guru Sejarah Indonesia (AGSI) Jawa Tengah, Jumat (17/1/2025).
Prof Sugeng Priyadi merupakan Guru besar Sejarah Universitas Muhammadiyah Purwokerto dan telah melakukan selama 30 tahun sehingga menemukan 101 naskah babad Banyumas dengan 65 versi. Temuan tersebut menjadi bukti betapa pentingnya filologi atau ilmu tentang naskah kuno dalam penelitian sejarah. "Tokoh pertama yang memulai penulisan sejarah dengan pendekatan kritis adalah Husein Djajadiningrat pada tahun 1913," katanya.
Menurut dia, tanpa menggunakan babad, maka sejarah lokal akan buta dan terasing dan seorang sejarahwan tidak boleh menghindari babad, karena dalam babad justru ada zeistgeist atau jiwa jaman.
"Kita justru harus menempatkan babad pada level yang tinggi karena didalamnya ada pesan dari para leluhur, nenek moyang dengan gaya bahasa yang tinggi sehingga memang sulit dipahami," ujar Prof Sugeng.
Ketua Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kabupaten Kendal Muchlisin menyampaikan pentingnya babad dan cagar budaya secara kolaboratif digunakan dalam penelitian sejarah. "Jadi manuskrip itu memberikan konteks narasi, sementara cagar budaya menyiapkan bukti material yang dapat diverifikasi," kata Muchlisin.
Ketua Asosiasi Guru Sejarah Indonesia (AGSI) Jawa Tengah, Heni Purwono berharap para guru sejarah dapat proaktif dalam mencari sumber sejarah lokal. "Memang kewajiban guru sejarah mengajar. Namun ketika ia bisa melakukan riset, apalagi di daerah melimpah sumber sejarah, itu akan menjadi poin plus tersendiri bagi guru sejarah. Ia bisa mendekatkan apa yang diajarkan di kelas dengan konteks lingkungan dimana siswa tinggal," katanya.