Kejagung Diminta Tindak Oknum yang Terlibat Dugaan Penyimpangan Impor Minyak Mentah-BBM

Kejagung Diminta Tindak Oknum yang Terlibat Dugaan Penyimpangan Impor Minyak Mentah-BBM

Nasional | bandungraya.inews.id | Kamis, 2 Januari 2025 - 11:00
share

JAKARTA, iNewsBandungRaya.id - Mantan Presiden Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) Drg Ugan Gandar angkat bicara terkait kabar dugaan penyimpangan impor minyak mentah dan bahan bakar minyak (BBM) senilai Rp96 triliun di Pertamina yang sedang diusut Kejaksaan Agung (Kejagung) RI. 

Bahkan, Kejagung dikabarkan telah melakukan penggeledahan terkait perkara itu. "Semoga semuanya menjadi terang benderang. Kalau ada penyimpangan ya harus ditindak oknum-oknumnya. Tapi kalau tidak ada penyimpangan, Kejagung harus segera clearkan masalah impor minyak ini karena kalau tidak tentu akan menciptakan imej negatif terhadap perusahaan milik negara ini," kata Ugan Gandar di Whatsapp Group Block Rokan, Kamis (2/1/2025) pagi.

Ugan pun mempertanyakan apakah kasus itu benar-benar ada ada hubungannya dengan perombakan direksi holding dan sub-holding di Pertamina? 

"Biasanya perombakan direksi di grup Pertamina didahului dengan isu-isu yang tidak membuat nyaman para pekerja. Padahal para pekerja di Pertamina Grup sudah optimal menjalankan tugas dan pekerjaannya. Jangan lalu mereka disakiti dengan isu-isu negatif dan perbuatan yang menyimpang dari para pimpinan, jangan! Karena mereka pasti akan bereaksi," ujar Ugan. 

Pernyataan Ugan Gandar itu diamini oleh Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman. 

 

"Sepakat Pak Ugan. Karena menyangkut melayani hajat hidup orang banyak, jangan sampai nama baik Pertamina rusak gara-gara oknum bermain. Efeknya bisa ragu-ragu dalam memutuskan kebijakan melayani kepentingan umum," kata Yusri di Whatsapp Group itu. 

Yusri mengatakan, penggeledahan oleh Kejagung terkait perkara itu harus mendapatkan izin dari pengadilan, kecuali untuk kasus operasi tangkap tangan (OTT) untuk menghindari penghilangan barang bukti. 

"Belakangan ini, beberapa inisial nama pejabat Pertamina yang sudah diuraikan sebelumnya, ternyata nomor telepon seluler mereka sudah tidak aktif, jika dikirim pesan WA hanya tercontreng satu," ujar Yusri. 

Sebelumnya diberitakan, pengusutan dugaan penyimpangan impor minyak mentah dan BBM oleh Pertamina sebanyak 1 juta barel per hari oleh tim Kejagung untuk aktivitas periode 2018 hingga 2023 terkesan tertutup.

Pernyataan itu disampaikan Direktur Eksekutif CERI Yusri Usman dalam Catatan Akhir Tahun CERI di Jakarta, Selasa (31/12/2024).

 

"Berita di media menyebutkan setidaknya sejak akhir Oktober hingga pertengahan Desember 2024, tim Kejagung telah mengeledah kantor dan rumah beberapa direksi Pertamina (Persero) Holding dan Sub-Holding, termasuk terakhir mengundang beberapa anggota direksi untuk klarifikasi ke gedung bundar pada 19 Desember 2024," kata Yusri. 

Dalam pengeledahan tersebut, ujar Yusril, ditemukan sejumlah uang dengan nominal sangat fantatis dan beberapa perangkat handphone disita dan laptop dikloning untuk menambah dan memperkuat bukti-bukti yang sudah diperoleh lebih awal terkait dugaan penyimpangan impor minyak mentah dan BBM tersebut.

"Yang mengejutkan, infonya Kejagung sudah menaikkan status perkara itu menjadi penyidikan dan sudah ada beberapa tersangka. Jika benar informasi ini, sebaiknya Kejagung terbuka ke publik untuk menghindari spekualasi," tuturnya. 

Menurut Yusri, munculnya nama James dalam sengkarut ini mungkin bisa sama atau belum pasti dengan inisial nama yang pernah disebut oleh mantan anggota Komisi VII DPR Muhammad Nasir dalam RDP dengan Pertamina pada tahun 2023 lalu. 

"Apa benar nama itu sama? Itu harus dijawab oleh tim Pidsus Kejagung. Jika sama, patut diduga tokoh suap SKK Migas pada 2013 berkolaborasi dengan tokoh 'papa minta saham' di proses impor minyak Pertamina," ucap Yusri.

 

Sebab, kata Yusri, menurut sumber CERI, sekitar USD1,2 miliar setiap tahun kemahalan akibat proses impor sejak 2018 hingga 2023. Total bisa mencapai sekitar USD6 miliar atau setara Rp 96 triliun (nilai tukar USD = Rp16.000). Bahkan informasinya tim Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sedang melakukan penghitungan.

"Demi kepastian hukum dan tidak menjadi sumber fitnah, kami berharap jika cukup alat bukti sebaiknya proses penyelidikan ini bisa segera dinaikan statusnya ke penyidikan untuk menyelamatkan keuangan negara," tandas Yusri.

Topik Menarik