Membangun Spot Wisata Baru di Pangandaran, dari Polemik Cikembulan Hingga Rumah Uka-uka

Membangun Spot Wisata Baru di Pangandaran, dari Polemik Cikembulan Hingga Rumah Uka-uka

Berita Utama | bandungraya.inews.id | Rabu, 18 September 2024 - 04:20
share

PANGANDARAN, INEWSBANDUNGRAYA.ID—Pengembang Cikembulan Pass Pangandaran Toto Hutagalung membantah tudingan yang menyebutkan di lokasi wisata Cikembulan Pass dipungut biaya untuk selfi Rp 20.000,00. Bantahan Toto disampaikan sehubungan dengan munculnya spekulasi tuduhan yang menyebutkan Toto menguasai tanah HPL untuk memungut foto selfi seiring dengan munculnya aksi unjuk rasa atas nama Forum Penyelamat Sempadan Pantai pada pekan lalu.

“Tidak benar itu. Tidak benar saya memungut biaya selfi. Tidak seperak pun. Terlalu kecil kalau tempat itu hanya untuk memungut biaya selfi. Saya menghabiskan biaya Rp 4 miliar untuk membangun itu, memungut selfi,” kata Toto kepada wartawan di Bandung, Senin (16/9/2024).

Toto menanggapi polemik terkait isu pembangunan Cikembulan Pass Pangandaran, setelah aksi unjuk tasa pada pekan lalu. Spekulasi tuduhan bermacam-macam mulai pungutan biaya selfi, bukan orang Pangandaran asli, sampai privatisasi lahan negara. “Tuduhan-tuduhan yang dialamatkan kepada saya itu sama sekali tidak benar dan menyakitkan hati saya,” katanya.

Ia mengatakan dirinya sudah terbayar dengan senyuman yang datang ke Cikembul Pass dan sama sekali tak pernah memungut biaya. “Senyuman siapapun yang datang ke Cikembulan Pass sudah membayar hati saya. Saya senang dan menyayangi pariwisata di Pangandaran,” katanya.

Soal tudingan bukan orang Pangandaran, katanya, ia mengaku memiliki KTP meskipun Kartu Keterangan domisili dari Pemkab Pangandaran. Ia memang bukan orang Sunda, namun istrinya orang Sunda tulen, kelahiran Nagreg Kabupaten Bandung. “Istri saya itu orang Nagreg, Kabupaten Bandung. Asli orang Sunda,” katanya.

Terkait privatisasi lahan, katanya, ia sudah mengurus HPL (hak Pengelolaan Lahan) sejak setahun lalu, sesuai ketentuan prosedur dan aturan yang berlaku. Ia telah mengajukan surat pengelolaan lahan kepada Bupati sampai kementerian Agraria dan Tata Ruang, sampai akhirnya keluar sertifikat HPL atas nama Pemkab Pangandaran. Selanjutnya toto akan mengurus ijin pengelolaannya untuk lahan Cikembulan Pass tersebut. “Jadi tak benar kalau disebutkan ini untuk privatisasi,” katanya.

Toto mengatakan, ketika ia berdiskusi dengan Bupati Pangandaran terkait Kawasan wisata di daerah ini, terungkap perlunya Kawasan wisata yang bisa dinikmati untuk kelas menengah ke atas. Kemudian muncullah gagasan Cikembuilan Pass, yang mencoba menangkap ketentuan bupati Jeje.

Dalam proses pengajuan ijinnya, Toto menyampaikan siteplan kepada Pemkab Pangandaran, dan sempat ditolak dua kali. Baru yang ketiga kalinya siteplan itu bisa diterima dan kemudian dijalankan di lapangan. Pada siteplan itu terungkap gambaran pembangunan yang di antaranya terdiri adanya plaza Cikembulan, Gazebo, mushola, toilet umum, area publik, sampai ke mini soccer.

 

Spot Wisata Baru

Setelah lepas dari Kabupaten Ciamis, Kabupaten Pangandaran memang tengah gas poll dalam melakukan pembangunan, khususnya pembangunan wisata. Wisata Pangandaran saat ini tak hanya Pantai Barat dan Pantai Timur yang saat ini banyak dikunjungi, namun juga mengepakan sayap ke spot-spot lain seperti Cikembulan yang ada di sebelah  barat. Di spot ini ada juga Kampung Turis, dan daerah lain yang juga dikembangkan menjadi destinasi wisata baru.

Untuk mengembangkan spot-spot baru ini, Pemkab Pangandaran tentu tak bisa melakukannya sendiri. Perlu keterlibatan pihak  ketiga, terutama investor dalam mengembangkan pariwisata di Pangandaran.  

Oleh sebab itulah pemerintah membuat regulasi sampai dikeluarkannya kebijakan Hak Pengelolaan Lahan (HPL) di atas tanah negara. Sebagaimana diketahui, di sepanjang garis sempadan pantai tak boleh dikuasi dan dimiliki oleh perorangan, namun bisa dikelola oleh masyarakat. Siapapun bisa melakukan pengelolaan ini asalkan mampu memenuhi persyaratan dan ketentuannya.

Cikembulan Pass, yang terletak di lahan seluas 3.000 meter persegi, dirancang untuk menjadi kawasan wisata yang ramah keluarga dan berkelas menengah ke atas.  Hal ini diharapkan dapat menarik pengunjung dari berbagai kalangan dan mendukung pertumbuhan sektor pariwisata di Pangandaran.

Masyarakat setempat berharap bahwa proyek ini dapat terus berjalan sesuai dengan rencana dan memberikan kontribusi yang signifikan bagi kesejahteraan daerah. 

Mereka juga menyambut baik komunikasi yang terbuka antara pengembang dan masyarakat, serta dukungan pemerintah dalam mewujudkan Cikembulan Pass sebagai destinasi wisata yang sukses.

 

 

Bangunan Kumuh Uka-uka


Salah satu sudut rumah yang dituding kumuh dan disebut rumah uka-uka

 

 

Bangunan kumuh atau rumah uka-uka mewarnai spot wisata yang disiapkan di menjadi tempat wisata baru. Sudah menjadi rahasia umum hadirnya bangunan kumuh dan banyak disebut rumah uka-uka menjadi pemdangan yang kurang baik bagi pariwisata di Pangandaran. Tempat ini memberi kesan negatif karena diduga menjadi praktek tempat transaksi begituan di lokasi wisata.

Ini menjadi tantangan bagi pemerintah untuk menertibkan dan memberi solusi dalam mengembangkan pariwisata di Kabupaten Pangandaran.

 

Ada tudingan, pembangunan spot wisata baru di Pangandaran mendapat tantangan dari mereka yang menduduki rumah kumuh tersebut. Mereka seperti terusik karena akan pengembangan pariwisata secara modern yang dikembangkan oleh Pemkab Pangandaran.

 

Bahkan, ada tudingan pula forum yang aksi diduga menduduki lahan lahan semacam ini  sehingga mengganggu estetika pemandangan. Mereka malahan memasang spanduk yang mengatakan bahwa tanah tersebut milik Allah Swt  dan dalam pengawasan Nyi Roro Kidul.


Spanduk yang mau dipasang di lokasi wisata sebelah Barat Pangandaran

 

Salah seorang pengunjung Pangandaran asal Ciamis, Iwan Yudi, mengatakan, pemerintah harus berani menertibkan spot-spot wisata yang pemandangannya kurang mengenakan. “Kalau pemerintah mengingkan investasi di bidang Pariwisata, tak hanya regulasi yang disiapkan, tetapi juga kenyamanan dan ketenangan investor juga harus diperhatikan,” katanya.

Jangan sampai, kata Yudi, muncul tantangan dari kelompok yang dinilai konservatif dan anti pembangunan wisata di Pangandaran. “Kalau tidak diberi kenyamanan dan ketenangan, investor bisa lari,” kata pria yang berpengalaman dalam bidang perhotelan tersebut.

 

Keberhasilan proyek pembangunan Cikembulan Pass diharapkan akan membuka jalan bagi lebih banyak inisiatif pembangunan yang dapat meningkatkan kualitas hidup dan ekonomi masyarakat di Pangandaran. ***

Topik Menarik